Di tengah banjir informasi digital, hoax dan fitnah bagai virus yang menyebar dengan cepat. Tak hanya merugikan korban yang difitnah, pelaku penyebaran kebohongan ini justru menghadapi bahaya lebih besar yakni istidraj. Konsep dalam Islam ini sering luput dari perhatian, padahal Rasulullah Saw. telah memperingatkan melalui sabdanya, “Jika kamu melihat Allah memberikan kenikmatan dunia pada seorang hamba yang terus-menerus berbuat maksiat, ketahuilah bahwa itu adalah istidraj” (HR. Ahmad).
Bagaimana Ustadz Adi Hidayat (UAH) memandang fenomena ini?
Beliau mengatakan, istidraj sangat mengerikan karena sifatnya yang halus dan tak terasa. Pelaku hoax mungkin merasa aman ketika kontennya viral tanpa konsekuensi, atau bahkan mendapat keuntungan dari kebohongannya. Padahal, kelapangan yang Allah berikan itu justru bisa menjadi bentuk ujian terselubung. Mereka yang terbiasa berbohong akan semakin mudah melakukannya, hatinya mengeras, dan tanpa sadar telah menjerumuskan diri sendiri ke dalam jurang dosa yang lebih dalam.
Dalam perspektif agama, fitnah termasuk dosa besar yang dampaknya melebihi pembunuhan. Al-Qur’an secara tegas melarang perbuatan ini, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya…” (QS. Al-Isra: 36). Sementara dari sisi hukum positif, UU ITE Pasal 28 mengancam pelaku penyebaran hoax dengan hukuman pidana. Namun, seringkali pelaku baru menyadari kesalahannya ketika musibah datang, atau ketika kerugian yang ditimbulkan sudah tak terkendali.
Lantas, bagaimana menghindari jebakan istidraj ini? Pertama, segera berhenti dan bertobat jika pernah terlibat menyebarkan hoax. Kedua, biasakan verifikasi informasi melalui sumber terpercaya sebelum membagikannya. Ketiga, ingatlah selalu bahwa setiap tindakan kita akan dimintai pertanggungjawaban, baik di dunia maupun akhirat. Sebagaimana pesan Ustaz Adi Hidayat, “Jangan bangga ketika maksiatmu mudah tersebar. Bisa jadi itu bukan pertanda baik, tapi istidraj yang mengancam.”
Pada akhirnya, menjaga integritas dalam bermedia sosial bukan sekadar menghindari hukuman, melainkan bentuk ketaatan kepada Allah dan kepedulian terhadap sesama. Di era dimana kebohongan bisa menyebar lebih cepat dari kebenaran, menjadi filter informasi adalah kewajiban setiap muslim yang bertanggung jawab. Karena sesungguhnya, kebenaran bukan hanya tentang fakta yang tepat, tapi juga tentang niat yang lurus dan dampak yang baik bagi banyak orang.





























































































