Washington DC Laporkan Kasus Cacar Monyet Pertama

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto
ADVERTISEMENTS

Kasus cacar monyet Washington DC teridentifikasi dari warga yang bepergian ke Eropa

ADVERTISEMENTS

WASHINGTON – Ibu kota Amerika Serikat (AS), Washington DC melaporkan kasus cacar monyet pertamanya pada Ahad (5/6/2022) waktu setempat. Kasus tersebut teridentifikasi pada seorang warga yang belum lama ini bepergian ke Eropa.

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS

“Sampel yang dikumpulkan telah dikirim ke Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk pengujian lebih lanjut dan konfirmasi virus Monkeypox,” kara Otoritas Kesehatan Washington, DC Health, dikutip laman Anadolu Agencies Senin (6/6/2022).

ADVERTISEMENTS
ADVETISEMENTS

Pasien saat ini diisolasi dan tidak berisiko bagi masyarakat. “DC Health sedang mengidentifikasi dan memantau kontak dekat. Namun, saat ini, tidak ada kasus tambahan yang diidentifikasi di Distrik tersebut,” kata pernyataan DC Health.

ADVERTISEMENTS

Pada Jumat pekan lalu, CDC mengatakan jumlah kasus cacar monyet meningkat lebih dari dua kali lipat selama sepekan terakhir menjadi 20 di 11 negara bagian AS. AS saat ini memiliki dua vaksin untuk melawan virus dalam persediaan nasionalnya. CDC pun telah mulai mendistribusikannya ke negara bagian.

ADVERTISEMENTS

Cacar monyet atau monkeypox biasanya dimulai dengan gejala seperti flu dan pembengkakan di kelenjar getah bening sebelum ruam mulai terbentuk di wajah dan tubuh. Gejala dapat memakan waktu hingga 21 hari untuk muncul setelah terpapar.

ADVERTISEMENTS

Ratusan kasus telah terdeteksi di seluruh dunia sejak kasus pertama kali terdeteksi di Eropa dan AS bulan lalu. Virus ini endemik di Afrika bagian barat dan tengah.

ADVETISEMENTS

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sekitar  780 kasus cacar monyet telah dilaporkan di 27 negara non-endemik. Namun WHO mengatakan bahwa tingkat risiko global ada pada taraf sedang.

WHO mencatat angka 780, untuk kasus dari 13 Mei hingga 2 Juni, mungkin terlalu rendah karena informasi epidemiologis dan laboratorium yang terbatas. “Sangat mungkin negara lain akan mengidentifikasi kasus dan akan ada penyebaran virus lebih lanjut,” tambah badan kesehatan PBB itu.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version