Ancaman Resesi 2023, Logistik Domestik Perlu Diperkuat

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto
ADVERTISEMENTS

Penguatan terutama untuk mengurangi ketergantungan terhadap rantai pasok global.

ADVERTISEMENTS

 JAKARTA — Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi mengatakan salah satu upaya yang perlu dilakukan dalam menghadapi ancaman resesi 2023 adalah orientasi dan penguatan logistik domestik. Khususunya penguatan logistik berdasarkan kekuatan potensi permintaan dan pasokan dalam negeri.

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS


“Potensi permintaan tercermin dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 273,87 juta jiwa dan tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 3,69 persen pada tahun 2021. Sementara, potensi pasokan berupa komoditas yang beragam di berbagai wilayah Indonesia,” kata Setijadi dalam pernyataan tertulisnya, Ahad (23/10/2022). 

ADVERTISEMENTS
ADVETISEMENTS


Setijadi menjelaskan, dalam mengantisipasi ancaman resesi 2023 harus dilakukan penguatan dan peningkatan efisiensi logistik dan rantai pasok. Terutama untuk mengurangi ketergantungan terhadap rantai pasok global.

ADVERTISEMENTS


“Ketergantungan ekspor dan impor dengan sejumlah negara harus dipertimbangkan sebagai antisipasi atas risiko resesi di beberapa negara mitra, terutama Cina sebagai mitra dagang terbesar Indonesia,” ujar Setijadi. 

ADVERTISEMENTS


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2022, nilai ekspor non migas Indonesia ke China sebesar 6,16 miliar dolar AS atau 26,23 persen dari total ekspor non migas. Sementara impor dari China sebesar 5,69 miliar dolar AS atau 34,74 persen dari total impor nonmigas Indonesia.

ADVERTISEMENTS


“Ketergantungan ekspor-impor itu harus diwaspadai karena pertumbuhan ekonomi di Tiongkok beberapa waktu terakhir,” tutur Setijadi.

ADVETISEMENTS


Dia menambahkan, antisipasi juga harus dilakukan mengingat impor terbesar Indonesia adalah bahan baku atau penolong. Dari nilai impor pada September 2022 sebesar 19,81 miliar dolar AS, 75,21 persen berupa bahan baku atau penolong, 16,76 persen barang modal, dan 8,03 persen barang konsumsi.


Setijadi mengatakan, dalam jangka panjang perlu dikembangkan rantai pasok beberapa produk dan komoditas dari hulu ke hilir untuk mengurangi ketergantungan impor. “Untuk industri farmasi, misalnya, sekitar 95 persen bahan baku berasal dari impor,” ucap Setijadi. 


Dia menegaskan, peningjatan efisiensi logistik dan rantai pasok akan berdampak terhadap penurunan harga produk dan komoditas yang sangat penting pada situasi resesi. Dalam perspektif global, lanjut dia. peningkatan daya saing produk dan komoditas berpotensi meningkatkan volume ekspor. 


 

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version