Wisata Sawah dan Subak, Warisan Budaya Asli Bali Selama Ribuan Tahun

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto
ADVERTISEMENTS

Persawahan dengan subak diperkirakan sudah ada di Bali sejak 882 Masehi.

ADVETISEMENTS

GIANYAR — “Aaaahhh… Mangosteen,” ujar seorang turis Jepang saat melihat pohon manggis. Saya sebenarnya tak beda dengan turis Jepang itu. Saya juga belum pernah melihat pohon manggis secara langsung.

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS

Bagi orang kota atau orang asing berjalan-jalan di sekitar kampung dan melihat pohon manggis, pohon durian, pohon kakao, pohon nangka, atau pohon alpukat tumbuh liar adalah hal langka. Sama langkanya seperti bisa menikmati berjalan-jalan di area persawahan.

ADVERTISEMENTS
ADVETISEMENTS

Bagi turis Jepang sebenarnya menanam padi bukan hal aneh. Sebagai bangsa yang sama-sama menjadikan nasi dengan konsumsi pokok utamanya, sawah adalah hal biasa buat orang Jepang.

ADVERTISEMENTS

Sawah di Bali namun tidak sama. Karena di Bali sawah masuk dalam organisasi subak, atau tata kelola pengairan sawah. Hanya di Bali sistem pengairan sawahnya diatur sedemikian rupa dengan praktik adat yang sudah dijalankan secara turun temurun.

ADVERTISEMENTS

I Kadek Budi, warga Desa Pejeng Kangin yang juga pemandu wisata dari Hoshinoya Bali, bercerita sebenarnya tidak ada prasasti detail mengenai sejak kapan sistem subak diterapkan bagi pengairan sawah di Bali. Diperkirakan persawahan dengan subak sudah ada di Bali sejak 882 Masehi.

ADVERTISEMENTS

Hoshinoya Bali sebuah resor dari grup Hoshino Jepang yang terletak di Desa Pejeng Kangin, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, menjadikan tur ke sawah sebagai salah satu aktivitas bagi tamunya. Wisata sawah dianggap selaras dengan konsep Hoshinoya yang ingin mengenalkan sisi Ubud yang berbeda bagi tamunya.

Apalagi Hoshinoya terletak di atas aliran Sungai Pekerisan. Salah satu bagian yang paling menawan dari Hoshinoya adalah suara aliran Sungai Pekerisan di bawah dan saluran air bagi subak sawah yang mengalir di sepanjang kawasan Hoshinoya.

Sungai Pekerisan adalah bagian penting bagi Kecamatan Tampaksiring. Sejarah mencatat daerah aliran sungai Pekerisan merupakan pusat aktivitas budaya dan spiritual sejak jaman pra-Hindu.

Sungai Pakerisan yang sumber airnya berasal dari Tirta Empul sampai kini masih dijadikan sumber irigasi untuk mengairi sawah-sawah di sepanjang sungai. Termasuk menjadi sumber mata air bagi sistem pengairan sawah Bali yaitu subak di sawah-sawah Desa Pejeng Kangin dan sekitarnya.

Budi menerangkan, secara simpelnya subak adalah organisasi yang bekerja mengatur tata kelola air sawah. “Tugasnya mengatur dari awal air muncul sampai mengalir ke sawah. Karena itu ada yang namanya kepala subak,” kata Budi.

Subak bisa terdiri dari organisasi yang besar atau kecil dengan jumlah anggota yang beragam. “Organisasi termasuk mengatur besaran air yang bisa masuk ke tiap sawah. Jadi sudah ada aturannya salurannya bisa sebesar berapa senti. Semua disesuaikan dengan luas sawah.”

Berwisata ke sawah merupakan salah satu aktivitas di Hoshinoya Bali yang digemari turis asing. Budi mengatakan, meski turis dari Asia sebenarnya sudah pernah melihat sawah tapi sistem subak Bali menjadi pembeda.

Kepada tamu asing, Budi menerangkan petani Bali masih menerapkan sistem tanam yang sudah diterapkan ratusan tahun lamanya. Misalnya melakukan upacara lebih dulu memohon agar padi tumbuh subur dan lebat, mencari hari baik untuk menanam padi, hingga kembali melakukan upacara sebelum padi yang telah dipanen masuk ke lumbung.

Saat berwisata ke sawah di sekitar Hoshinoya Bali, turis Jepang ternyata sangat menggemari bebek-bebek yang biasa berkeliaran ke sawah. “Kawaiii…,” kata mereka sambil banyak mengambil gambar bebek-bebek yang berlarian di sawah.

Budi menerangkan, bebek tidak dilepas begitu saja. Kotoran dari bebek yang jatuh ke sawah berfungsi sebagai pupuk alami. Oh ya, saking gemarnya turis Jepang terhadap bebek sawah Hoshinoya Bali tidak memiliki menu berbahan bebek. Padahal bebek goreng renyah adalah salah satu menu andalan di kawasan Ubud. Alasannya untuk menghormati turis Jepang yang tidak tega melihat bebek dimasak.

Wisata sawah juga disertai penjelasan dari pemandu mengenai masa lama tanam padi. Kami diajak mengetahui padi mana yang baru berumur satu bulan hingga diterangkan mana padi yang sudah siap panen.

Saat melewati pura di tengah sawah, Budi menerangkan kalau itu adalah pura yang dibangun untuk subak. “Tempat kami berdoa ke Dewi Sri atau dewi beras, pelindung sawah. Pura di sawah di Bali tapi tidak semuanya memuja Dewi Sri. Di Bali Timur yang subaknya bersumber dari Danau Batur, di sana biasanya berdiri pura bagi Dewi Danu.”

General Manager Hoshinoya Bali Takaaki Yasuda mengatakan, ketika Hoshinoya Bali dibangun konsepnya adalah menyatu dengan alam. “Ini adalah konsep dasar saat membangun Hoshinoya di mana pun,” terangnya, Rabu (10/11/2022).

Ia menjelaskan arsitektur Hoshinoya Bali dibangun dengan meminimalkan pemotongan pohon, termasuk menyesuaikan bangunan dengan aliran kali yang digunakan warga setempat sebagai subak bagi sawah mereka. “Ini konsep dasar kami, datang ke area yang belum dibangun dengan menjaga alamnya sebisa mungkin seperti apa yang sudah ada,” ujar Yasuda.

Hoshinoya, katanya, memiliki konsep menghadirkan resor yang tidak artifisial. “Karena itu kami ingin menunjukkan alam Ubud yang sesungguhnya.”

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version