Kenangan Ridwan Saidi: Saya Lebih Percaya Tukang Sulap, daripada Tukang Survei

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ridwan Saidi dinilai sebagai sosok yang tak gentar melontarkan kritik.

ADVERTISEMENTS

JAKARTA –Budayawan Ridwan Saidi telah berpulang. Namun kritikan maupun pernyataannya yang ceplas-ceplos masih banyak dikenang.

ADVERTISEMENTS

Salah satunya yakni saat Ridwan Saidi lebih percaya tukang sulap dan daripada tukang survei. Hal itu dsampaikannya saat mengobrol bersama di saluran Youtube Refly Harun, setahun lalu.

ADVERTISEMENTS

“Maaf Refly Harun, saya mendingan percaya sama tukang sulap, daripada survei,” ujarnya saat itu.

ADVERTISEMENTS

Kritikan itu disampaikan Ridwan Saidi merespons Prabowo  yang disebut masih tinggi elektabilitasnya. Padahal, ketum Gerindra itu telah meninggalkan pemilihnya dan bergabung dengan Presiden Jokowi.

ADVERTISEMENTS

Ia menggambarkan bagaimana pendukung Prabowo berpanas-panasan dan berdesakan, bahkan harus keluar biaya sendiri. Sayang, kata ia, Prabowo belum minta maaf kepada pendukung.

ADVERTISEMENTS

Saat ini mayoritas lembaga survei menempatkan Prabowo di tiga besar bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan eks Gubernur DKI Anies Baswedan. Namun sejumlah lembaga survei menganggap suara Prabowo sudah mulai tergerus dan digeser oleh Anies. Sementara posisi Ganjar masih tinggi.

ADVERTISEMENTS

Secara terpisah Rektor Universitas ParamadinaDidik J Rachbini mengatakan semasa hidup budayawan Betawi Ridwan Saidi merupakan sosok budayawan, politisi, sejarawan dan aktivis yang kritis namun tetap santun dalam menyampaikan masukan kepada pemerintah.

ADVERTISEMENTS

“Orangnya egaliter, gaya bicaranya berintonasi kuat tetapi sangat humoris sambil mengejek apa dan siapa yang dikritiknya,” kata Didik J Rachbini melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Minggu.

ADVERTISEMENTS

Di jagat politik nasional, kata Didik, suara Ridwan Saidi semasa menjadi wakil rakyat di Senayan dikenal cukup nyaring. Kritik budayawan itu lebih lunak lewat status formalnya sebagai anggota DPR sehingga tidak pernah sedikit pun ada indikasi akan ditangkap oleh pemerintahan pada saat itu.

Waktu itu, kata Didik, kekuatan oposisi tidak begitu berarti di tengah kekuatan politik otoriter. Akan tetapi, kritik-kritik yang dilontarkan memberi pelajaran bahwa dalam demokrasi harus ada suara lain yang berbeda dan mungkin bisa menjadi alternatif.

“Simbol kritik yang menggema secara nasional itu ada pada figur Ridwan Saidi,” kenang Didik.

Ia menilai Ridwan Saidi tidak pernah menyesal berada di luar lingkar kekuasaan karena sikap kritisnya. Budayawan Betawi tersebut adalah aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) lulusan Universitas Indonesia yang ditempa sejarah aktivisme sangat panjang.

Hal itu bersamaan dengan perubahan besar di Indonesia. Mulai dari Orde Lama, kudeta Partai Komunis Indonesia (PKI), Orde Baru, masa transisi kejatuhan Orde Baru sampai masa demokrasi bebas saat ini.

Menurut Didik, akademisi kelahiran 2 September 1960 itu, hampir dua dekade pascareformasi, demokrasi mengalami kemunduran dan Ridwan Saidi bersuara di publik agar pemerintah tidak main tangkap terhadap lawan politiknya.

“Figur seperti Ridwan Saidi diperlukan untuk menjaga demokrasi agar tidak tergelincir mengarah ke otoriter,” ucap dia.

sumber : Antara

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version