3 Bentuk Ekstremisme dalam Menjalankan Ajaran Islam

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto
ADVERTISEMENTS

Ekstremisme bisa menjangkiti siapapun tanpa pandang bulu

ADVERTISEMENTS

JAKARTA – Ekstremisme dalam agama adalah bentuk pemahaman dan pengamalan yang berlebihan. 

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS

Associate Professor Fakultas Agama Islam (FAI) Uhamka, Ai Fatimah Nur Fuad mengungkapkan tiga tantangan ekstremisme atau at-tatharruf. 

ADVERTISEMENTS
ADVETISEMENTS

Hal ini disampaikan dia saat menjadi pembicara dalam seminar nasional bertema “Peran Perempuan Muhammadiyah dalam Penguatan Islam Wasathiyah di Indonesia”.

ADVERTISEMENTS

 “Jadi di hadapan kita itu banyak sekali tantangan ekstremisme, baik yang sifatnya keyakinan  atau sifatnya politik, atau sifatnya praktis sehari-hari,” ujarnya di kampus Uhamka, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (30/12/2022).

ADVERTISEMENTS

Tantangan pertama adalah at-tatharruf al-i’tiqady atau ekstremisme dalam teologi/akidah. 

ADVERTISEMENTS

Menurut dia, ekstremisme ini bisa dicontohkan dengan munculnya aliran-aliran teologi seperti Qadairyah, Jahmiyah, Murji’ah, dan Syiah Ismailiyah.

ADVETISEMENTS

Kedua, ada at-tatharruf as-siyasy atau ekstremisme politik. Misalnya, munculnya aliran Khawarij yang memboikot kekuasaan Ali bin Abi Thalib, sampai muncul pemikiran yang membolehkan membunuh Muslim selain pengikut Khawarij.

“Jadi kalau laisa minna, bukan bagian kita, maka dibolehkan dibunuh. Itulah bentuk ekstremisme yang ada yang terkait dengan politik,” ucap alumni Universitas Al-Azhar Kairo Mesir ini.

Sedangkan yang ketiga adalah at-tatharruf al-amaly atau ekstremisme dalam perbuatan. Misalnya, kata dia, orang berlebihan-lebihan dalam beribadah seperti berpuasa terus menerus tanpa berbuka atau sholat dalam jangka waktu yang lama tanpa melaksanakan kewajiban lain.

Menurut dia, itu juga merupakan bentuk yang ekstrem, bukan bentuk kesalehan yang total. 

“Ada sholat yang terus sholat saja sampai lupa menafkahi anak istrinya, atau berdakwah 40 hari 40 malam gak pulang-pulang seperti bang Thayib,” kata Ai.

“Jadi itu kebablasan itu, bukan saleh, tapi itu gak tahu hak dan kewajiban, termasuk memberikan nafkah,” imbuhnya.  

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version