Kasus Pencabulan di Pesantren Bisa Terjadi Karena Belum Ada Upaya Masif Pengawasan

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto
ADVERTISEMENTS

Terjadi kasus pencabulan terhadap santri di salah satu pesantren di Jember.

ADVERTISEMENTS

JAKARTA — Kasus pencabulan terhadap santri pondok pesantren (ponpes) kembali muncul di Jember, Jawa Timur. Ketua PW Rabithah Ma`ahid Islamiyah (RMI), Asosiasi Pesantren NU DKI Jakarta, Ustaz Rakhmad Zailani Kiki, menyebut hal ini bisa terjadi karena belum ada upaya massif dalam pengawasan dan kontrol pesantren.

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS

“Kasus ini kembali terjadi karena masih belum ada upaya secara massif dan sistematis, untuk melakukan kontrol dan pengawasan terhadap pesantren. Pengawasan ini bisa dilakukan dengan kerja sama, antara pihak pesantren dan asosiasi pesantren, seperti RMI NU,” ujar dia saat dihubungi Republika, Selasa (10/1/2023).

ADVERTISEMENTS
ADVETISEMENTS

Upaya seperti ini dinilai harus ada di dalam sebuah pondok pesantren. Model pengawasan dilakukan tidak hanya dari dalam atau internal, tapi juga memanfaatkan faktor eksternal.

ADVERTISEMENTS

Ustaz Kiki menyebut, pesantren juga harus bersedia untuk berada di dalam naungan asosiasi. Tujuannya, agar terjadi pengawasan, kontrol, bimbingan, maupun pertukaran informasi antar pesantren dalam rangka pengembangan mutu.

ADVERTISEMENTS

 

ADVERTISEMENTS

Adapun kasus pencabulan terhadap santri yang dilakukan oleh Kiai sebuah pesantren di Jember ini disebut merupakan bentuk pseudo-pesantren atau pesantren palsu. Berdasarkan informasi yang ada, pesantren tersebut juga tidak terdaftar di asosiasi pesantren manapun, termasuk RMI.

ADVETISEMENTS

“Jadi banyak pesantren ini yang tumbuh dan berkembang, terutama setelah munculnya UU Pesantren itu. Namun mereka tidak mau terikat dalam sebuah asosiasi,” lanjutnya.

Ia pun merasa bersyukur ada pihak dari dalam yang mau membuka suara atas kejadian tersebut. Diketahui, kasus ini terungkap setelah muncul laporan dari istri sang Kiai ke pihak kepolisian.

“Polanya seperti itu. Jadi mengapa kasus ini kembali terulang, karena memang model-model pesantren seperti ini menutup diri untuk bergabung dalam sebuah asosiasi,” kata dia.

Lebih lanjut, Ustaz Kiki menegaskan ada banyak manfaat yang bisa diraih oleh pesantren yang mau masuk dalam sebuah asosiasi. Salah satunya adalah menggerakkan program pesantren ramah anak, yang dapat membantu pengembangan santri maupun pesantren itu sendiri.  

 

 

 

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version