Kepala Desa Merasa Aspirasi Perpanjangan Masa Jabatan Dipolitisasi Parpol Tertentu

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Kepala desa menolak dijadikan alat politik menjelang Pemilu 2024.

ADVERTISEMENTS

oleh Nawir Arsyad Akbar, Shabrina Zakaria

ADVERTISEMENTS

Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) mendorong adanya kebijakan-kebijakan yang mendukung agar pemerintahan desa menjadi lebih baik. Salah satunya lewat revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang sebelumnya disuarakan oleh ribuan kepala desa (kades) saat berunjuk rasa di Jakarta pekan lalu.

Namun, Apdesi tak ingin aspirasi ribuan kepala desa itu dimanfaatkan secara politik oleh segelintir pihak untuk mendapatkan efek elektoral. Apalagi, jangan sampai aspirasi tersebut justru dikesankan merupakan aspirasi salah satu partai politik.

“Jangan ada upaya mengarahkan kepala desa atau mempengaruhi kepala desa untuk menjadi bagian yang menguntungkan partai politik tertentu. Perlu kami ingatkan bahwa pendamping desa digaji oleh negara untuk mendukung suksesnya pelaksanaan pembangunan desa sesuai amanat UU Nomor 6 Tahun 2014,” ujar Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Apdesi, Muhammad Asri Anas saat dihubungi, Selasa (24/1/2023).

ADVERTISEMENTS

Tegasnya, seluruh perangkat desa, termasuk kades merupakan jabatan mulia yang berniat membangun 74.962 desa di seluruh Indonesia. Jangan sampai mereka justru dijadikan alat politik jelang pemilihan umum (Pemilu) 2024.

ADVERTISEMENTS

“Bilamana ada upaya aktivitas politik tertentu, apalagi upaya menggiring opini seakan pemerintahan desa memiliki beban ke partai tertentu maka DPP Apdesi tidak akan segan segang turun demo besar besaran dan mengajak kepala desa seluruh Indonesia, BPD, dan aparat desa untuk membubarkan pendamping desa,” ujar Asri.

Di samping itu, Apdesi memang mendorong adanya perpanjangan masa jabat kades lewat revisi UU Desa. Namun, aspirasi tersebut terkesan dipolitisasi oleh satu partai politik saja.

ADVERTISEMENTS

“Kami berharap cara-cara seperti meminta kepala kepala desa mengucapkan terima kasih ke partai tertentu karena ada pernyataan masa jabatan sembilan tahun dari Menteri Desa, maka Apdesi menganggap itu sudah sangat politis,” ujar Asri.

ADVERTISEMENTS

Apdesi bahkan menilai, Menteri Desa Abdul Halim Iskandar kerap membuat gaduh atas pernyataannya. Menurut mereka, Halim tak memahami substansi dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Karenanya, mereka meminta agar Abdul dicopot dari posisinya sebagai Mendes PDTT.

“Kita sudah mengevaluasi, mengikuti rekam jejak, kita melihat bahwa apa yang dilakukan Mendes selama ini lebih banyak bernuansa politis, pernyataan-pernyataannya juga lebih banyak membuat kegaduhan,” ujar Wakil Ketua Umum DPP Apdesi, Sunan Bukhari, Selasa.

Halim juga seakan selalu memojokkan kepala desa dalam setiap pernyataannya. Beberapa di antaranya lewat pernyataan hingga kebijakannya yang menerbitkan yang tidak sesuai harapan dari kepala desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan perangkat desa.

Di samping itu, Halim juga dinilai tidak menempatkan perangkat desa sebagai lembaga utama membangun desa. Perangkat desa hanya dianggap sebagai objek yang harus menerima kebijakan pemerintah pusat.

“Fungsi supervisi, mendampingi, dan melayani pemerintahan desa tidak dilakukan. Bapak Halim Iskandar menganggap pemerintahan desa adalah objek yang harus menerima apa pun kebijakan dari Kementerian Desa,” ujar Sunan. 

In Picture: Ribuan Kepala Desa Geruduk Gedung DPR

 

 

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version