Pakistan Kerahkan Militer untuk Atasi Kerusuhan Pendukung Mantan PM Imran Khan

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto
ADVERTISEMENTS

 ISLAMABAD — Pemerintah Pakistan pada Rabu (10/5/2023) meminta tentara untuk membantu mengakhiri kerusuhan mematikan setelah penangkapan mantan perdana menteri Imran Khan. Tentara memperingatkan pengunjuk rasa jika melakukan serangan lebih lanjut terhadap instalasi negara.

ADVERTISEMENTS

Khan ditangkap dalam kasus penipuan tanah pada Selasa (9/5/2023). Hal ini mendorong para pendukung Khan untuk menyerbu gedung-gedung militer dan menggeledah kediaman seorang jenderal angkatan darat di Kota Lahore.

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS

Bangunan dan aset negara lainnya telah diserang dan dibakar oleh pengunjuk rasa. Pemerintah pada Rabu telah menyetujui permintaan terhadap dua dari empat provinsi Pakistan, yaitu Punjab dan Khyber Pakhtunkhwa, serta Ibu Kota federal Islamabad untuk mengerahkan pasukan.

ADVERTISEMENTS
ADVETISEMENTS

Tentara mengatakan, mereka telah menahan diri selama kekerasan sebelumnya. Tetapi serangan lebih lanjut terhadap militer atau lembaga penegak hukum, instalasi dan properti negara akan ditanggapi dengan pembalasan yang parah.

ADVERTISEMENTS

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres ingin semua pihak di Pakistan menahan diri dari kekerasan. Dia menekankan perlunya menghormati hak untuk berkumpul secara damai. Guterres juga mendesak pihak berwenang Pakistan untuk menghormati proses hukum dan aturan hukum dalam persidangan terhadap Khan.

ADVERTISEMENTS

Ketika protes berkecamuk di jalan-jalan, pengadilan Pakistan menyerahkan Khan, ke tahanan badan anti-korupsi Pakistan, Biro Akuntabilitas Nasional (NAB) selama delapan hari untuk interogasi lebih lanjut. Mantan bintang kriket internasional itu kini ditahan di wisma polisi di Islamabad.

ADVERTISEMENTS

Pengadilan lain pada Rabu mendakwa Khan atas tuduhan menjual hadiah negara selama empat tahun berkuasa. Ini dilakukan sehari setelah penangkapannya dalam kasus penipuan yang tidak terkait.

ADVETISEMENTS

Dakwaan tersebut mengikuti keputusan Komisi Pemilihan Pakistan pada Oktober yang memutuskan Khan bersalah karena menjual hadiah negara secara ilegal antara 2018 dan 2022. Kasus ini mengakibatkan Khan dilarang memegang jabatan publik hingga pemilihan berikutnya yang dijadwalkan pada November. Namun Kham membantah melakukan kesalahan.

Rekan-rekan Khan di partai Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) tidak menanggapi permintaan komentar atas dakwaannya. Tim hukum PTI telah menggugat penangkapannya di Mahkamah Agung.

Layanan data seluler ditutup untuk hari kedua pada hari Rabu ketika protes jalanan berlanjut. Menteri federal menuduh pendukung Khan membakar beberapa gedung dan kendaraan. Polisi mengatakan mereka telah menangkap lebih dari 1.300 pengunjuk rasa karena kekerasan di provinsi asal Khan, Punjab.

Sekretaris jenderal PTI, Asad Umar dan salah satu pembantu Khan, Fawad Chaudhry juga ditangkap. Lebih dari 145 polisi terluka dalam bentrokan dengan pengunjuk rasa.

Khan digulingkan sebagai perdana menteri pada April 2022 dalam mosi tidak percaya di parlemen.  Dia tidak memperlambat kampanyenya melawan pencopotannya, kendati dia terluka dalam serangan pada November saat dia memimpin pawai protes ke Islamabad untuk menyerukan pemilihan umum cepat.

Kasus korupsi adalah dua dari lebih dari 100 kasus yang didaftarkan terhadap Khan setelah dia meninggalkan jabatannya. Dalam sebagian besar kasus, Khan menghadapi larangan memegang jabatan publik jika terbukti bersalah.

Khan ditangkap sehari setelah militer yang kuat menegurnya karena berulang kali menuduh seorang perwira militer senior mencoba merekayasa pembunuhannya. Khan juga menuding mantan panglima angkatan bersenjata berada di balik penggulingannya dari kekuasaan tahun lalu. Militer membantah semua tuduhan Khan.

Angkatan bersenjata tetap menjadi institusi paling kuat di Pakistan, setelah memerintah secara langsung selama hampir setengah dari 75 tahun melalui tiga kudeta. Kendati memiliki pengaruh besar, militer tidak lagi mencampuri politik.

sumber : Reuters

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version