Eropa Blokir Produk Sawit Hingga Kopi, RI Siapkan Langkah Penolakan

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto
ADVERTISEMENTS

Pedagang memperlihatkan biji kopi di Dunia Kopi, Pasar Santa, Jakarta, Selasa (14/3/2023). Uni Eropa telah resmi menerapkan undang-undang baru deforestasi bernama EU Deforestation Regulation (EUDR).

ADVERTISEMENTS

 JAKARTA — Uni Eropa telah resmi menerapkan undang-undang baru deforestasi bernama EU Deforestation Regulation (EUDR). Kebijakan Eropa dengan dalih pencegahan pengundulan hutan itu secara langsung akan berdampak terhadap sejumlah komoditas ekspor andalan RI ke kawasan Eropa.

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS

Dikutip dari laman resmi European Council, EUDR secara spesifik menyebut komoditas minyak sawit, kopi, sapi, kayu, kakao, karet, serta kedelai wajib dilakukan uji tuntas terhadap semua pelaku usaha yang terkait dalam rantai pasok.

ADVERTISEMENTS
ADVETISEMENTS

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono, mengatakan, pihaknya bersama seluruh kementerian terkait terus memonitor perkembangan kebijakan EUDR yang baru diadopsi oleh Parlemen dan Dewan Eropa itu.

ADVERTISEMENTS

“Kta melihat regulasi deforestasi Uni Eropa bisa berdampak negatir terhadap ekspor beberapa produk unggulan Indonesia, termasuk sawit, kopi, kakao, karet, dan kayu,” kata Djatmiko kepada Ahad (21/5/2023).

ADVERTISEMENTS

Hingga kini pihaknya terus melakukan konsultasi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mempertimbangkan opsi langkah sebagai respons atas kebijakan itu. Baik melalui forum bilateral maupun multilateral. “Termasuk kemungkinan permintaan konsultasi ataupun proses litigasi di WTO,” tegasnya.

ADVERTISEMENTS

Di sisi lain, ia menerangkan kegiatan bisnis di tingkat pelaku usaha nasional Indonesia pun dapat dipertimbangkan dalam menyikapi kebijakan tersebut.

ADVETISEMENTS

Djatmiko menegaskan, regulasi EUDR tidak sejalan dengan prinsip dan kaidah aturan di Badan Perdagangan Dunia (WTO). Juga bertentangan dengan semangat kerja sama negara-negara dunia untuk mengatasi isu perubahan iklim baik dalam kerangka pembangunan berkelanjutan (SDGs), Paris Agreement, maupun COP.

“Ini karena bersifat sepihak, tidak berdasarkan kesepakatan bersama dan menimbulkan persoalan baru, alih-alih membantu mengatasi isu lingkungan,” katanya.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version