Serangan Jenin Usai, Warga Palestina Alami Trauma  Kronis

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

JENIN – Setiap pagi, Fatima Salahat (54), ibu dari empat anak, bangun pukul 07.00. Lalu, ia keluar kamar dan melenggang ke dapur di rumahnya, kamp pengungsi Jenin, Tepi Barat. Bersama suaminya, Zeid, ia mengawali harinya dengan mendengarkan lagu favorit bersama. 

ADVERTISEMENTS

Yakni, lagu yang dinyanyikan ikon musik Lebanon, Fairuz. Selalu lagu yang sama, diputar berulang kali. ‘’The Way of Our Love, itu lagi favoritnya,’’ kata Zeid seorang paramedis yang kini berusia 56 tahun, seperti diberitakan Aljazirah, Senin (10/7/2023). 

ADVERTISEMENTS

Namun sekarang, ia menyatakan telah kehilangan momen bahagia itu bersama istrinya. Sebab, saat ini Fatima tergolek di ranjang rumah sakit. Dokter di rumah sakita mengatakan, ia hampir tak bisa bicara atau berjalan setelah mengalami serangan panik.

ADVERTISEMENTS

Kepanikan dialami Fatima saat pasukan Israel menyerang Jenin pada 3 Juli lalu. Serangan terdahsyat ke kamp itu dalam kurun 20 tahun. Lebih dari 1.000 tentara Israel dikerahkan, roket dan drone menyerang rumah dan infrastruktur publik. 

ADVERTISEMENTS

 

ADVERTISEMENTS

Pada hari kedua serangan, Fatima mulai menunjukkan gejala serangan panik. Ia menjadi cepat marah, gugup, dan secara konstan dalam keadaan hyperalert hingga ia mencapai titik puncaknya, kemudian dilarikan ke rumah sakit umum di Jenin. 

ADVERTISEMENTS

Setelah serangan berakhir, warga Jenin bukan hanya mendapati puing-puing rumah mereka yang hancur, tetapi juga mengalami timbunan emosi setiap serangan Israel terjadi. Trauma yang berlapis-lapis, terus menumpuk. 

ADVERTISEMENTS

“Di Barat, mereka menyebutnya post-traumatic stress disorder atau PTSD. Saya mempertanyakan penggunaan istilah tersebut sebab di Palestina, kami tak pernah berada dalam kondisi ‘post’,’’ kata Samah Jabr, kepala unit kesehatan mental Palestinian. 

ADVERTISEMENTS

Serangan terakhir yang terjadi di kamp Jenin yang dihuni 11.200 orang itu, ujar sejumlah ahli, menambah lapisan trauma kolektif. Warga dewasa di Jenin menuturkan selalu dihantui ketakutan yang sama akibat serangan militer Israel yang berlangsung selama berpuluh tahun. 

ADVERTISEMENTS

Para remaja, yang baru saja mengalami serangan agresif di kehidupan mereka yang masih muda, kini minta didampingi jika hendak ke kamar mandi dan menolak untuk tidur sendiri. “Trauma terus berlangsung. Ini kronis, dari generasi ke generasi,” jelas Jabr.

Serangan gencar memengaruhi jiwa……

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version