Selain penetrasi di darat, di udara Prabowo-Gibran memainkan strategi politik yang light, tidak frontal, dan mengandalkan gimmick-gimmick jenaka di media sosial. Dengan konsep politik riang gembira, santun, dan santuy, nyatanya gaya ini kompatibel dengan selera milenial di media sosial.
Sebagai gambaran, data dari Tiktok menunjukkan bahwa konten yang paling laku diserbu milenial dan gen z adalah konten light atau santai yang terkait hiburan, komedi, serta gaya hidup. Konten-konten berat, seperti berita dan politik nyatanya tidak laku.
Walhasil, jika ada calon yang strategi udaranya selama ini hanya mengandalkan 10 menit monolog provokatif buzzer, maka gaya itu sangat tidak kompatibel dengan zaman milenial, melainkan lebih cocok bagi era ‘kolonial’.
Satu hal lain yang perlu dicermati soal milenial Indonesia ini adalah mereka tak melihat politik secara hitam atau putih. Sebab realitanya politik dipandang mereka hanya pertarungan kepentingan. Ini bukan soal memilih pahlawan atau penjahat.
Layaknya manusia biasa, semua calon dinilai punya rekam jejak kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Walhasil, para milenial hanya melihat calon mana yang paling mungkin membuka ruang bagi anak muda untuk terlibat. Anak muda tak butuh pahlawan, melainkan hanya butuh ruang agar mereka bisa menjadi pahlawan bagi diri mereka sendiri!
Layaknya sebuah adagium, “In the end, you have to be your own hero because everybody’s busy trying to save themselves.”
Sumber: Republika