Pakar Hukum Tata Negara Sebut Ada Kecurangan Pemilu 2024 dari Bansos yang Beredar

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

BANDA ACEH  – Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyebut ada Kecurangan Pemilu 2024 secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif.

ADVERTISEMENTS

Peneliti senior Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang itu menuturkan, hasil pemilu itu sendiri merupakan hasil dari bantuan sosial atau bansos.

ADVERTISEMENTS

Berdasarkan survei Litbang Kompas, sambung Feri, 51 juta pemilih yang memilih karena menerima bantuan sosial atau bansos.

“Bahkan perbuatan kecurangan oleh penyelenggara (KPU), ada berbagai rekaman yang memperlihatkan betapa mereka tidak mandiri. Bahkan berencana melakukan kecurangan secara nasional yang kalau dibongkar di dalam sidang MK akan memperlihatkan betapa jahatnya proses penyelenggaraan pemilu saat ini,” beber Feri yang dikutip dari akun Youtube Akbar Faisal Uncensored, Senin (25/3).

Oleh karena itu, pemeran pada Film Dirty Vote itu menegaskan kecurangan pada Pilpres 2024 yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) harus dibongkar ke publik termasuk pelakunya.

ADVERTISEMENTS

“Dengan kerendahan hati kami ingin mengatakan bahwa segala kecurangan ini dirancang atas kehendak presiden,  presiden adalah salah satu  lembaga negara yang harus  ditunjuk hidung dalam proses untuk bertanggung jawab kepada publik kenapa begitu kacau pemilu,” kata Feri.

ADVERTISEMENTS

Feri juga menyebut, secara konstitusional, MK diperuntukkan untuk mengubah hasil apabila terjadi kealpaan dalam proses penyelenggaraan pemilu.

Perbaikan sistem pemilu di Indonesia kata Ferry, tak terlepas dari perbaikan sistem penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di MK. Hakim MK, lanjutnya, sangat bisa dipengaruhi oleh kekuatan Politik mana pun.

ADVERTISEMENTS

Oleh karena itu, perbaikan sistem pemilu akan dimulai dari proses perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di MK.

ADVERTISEMENTS

Feri pun menyarankan agar MK memisahkan peradilan PHPU dengan TSM atau proses yang bermasalah pada pemilu seperti yang dilakukan MK sebelum tahun 2008.

Pakar Hukum Tata Negara itu menyebut pendekatan penggunaan perlindungan asas pemilu seperti diatur pada pasal 22E ayat 1 UUD 1945 bisa diterapkan dalam peradilan sengketa PHPU

Pasal tersebut menyebut bahwa proses pemilu tidak sekadar langsung umum bebas dan rahasia yang dilaksanakan sekali dalam lima tahun, tetapi ada asas jujur dan adil.

Feri menambahkan, sengketa Pilpres 2024 jangan hanya meributkan hasil, karena KPU sudah pasti memiliki data C Hasil yang lebih baik dibanding paslon.

“Sulit kalau berdasarkan pada C Hasil, karena sudah direkayasa. Hasil itu bagian dari pork barrel politik gentong babi (bantuan sosial/bansos),” tekan Feri.

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version