Dahulukan Menikah atau Ibadah Mendekatkan Diri kepada Allah?

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

ADVERTISEMENTS

Menikah sederhana di KUA. Sebelum menikah di KUA, calon pengantin perlu meminta izin dan memberikan pemahaman kepada orang tua. (ilustrasi)

ADVETISEMENTS

JAKARTA — Imam Al Ghazali bergelar Hujjatul Islam Zainuddin al-Thusi dalam kitab Ihya Ulumuddin menjelaskan, ketahuilah bahwa sesungguhnya para ulama berbeda pendapat mengenai masalah-masalah di seputar pernikahan. Menurut pendapat sebagian dari mereka, menjalani syariat berupa pernikahan itu lebih utama daripada membujang untuk tujuan beribadah (mendekatkan diri kepada Allah SWT) tanpa adanya gangguan di seputar masalah-masalah yang melingkupi sebuah pernikahan. 

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS

Sebagian ulama lainnya berpendapat agar mendahulukan pernikahan atas berbagai keutaman yang juga melingkupinya. Akan tetapi, para ulama tetap menghargai pendapat yang lebih mengutamakan beribadah bagi orang yang tidak ingin atau menunda menikah.

ADVERTISEMENTS
ADVETISEMENTS

Sebagian ulama yang lain juga ada yang berpendapat bahwa di zaman sekarang ini yang lebih utama adalah meninggalkan pernikahan. Sebab, sebagian besar dari aturan di seputar pernikahan yang berlaku sudah melanggar (keluar dari aturan) syariat Islam, dan kebanyakan manusia (laki-laki maupun wanita) saat ini sudah berakhlak tercela.

ADVERTISEMENTS

Dalam kitab Ihya Ulumuddin karya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali. Dijelaskan firman Allah SWT dan sabda Nabi Muhammad SAW terkait keutamaan menikah.

ADVERTISEMENTS

 

Allah SWT telah berfirman, ini merupakan bagian dari perintah Allah SWT. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ 

Wa ankiḥul-ayāmā minkum waṣ-ṣāliḥīna min ‘ibādikum wa imā’ikum, iy yakūnū fuqarā’a yugnihimullāhu min faḍlih(ī), wallāhu wāsi‘un ‘alīm(un).

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version