Belajar dari kasus Eko Kuntadi
Oleh Prof DR Agus Suradika, Pakar Pendidikan dan Wakil Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jakarta
Jagat raya dunia maya sempat gaduh oleh komentar miring Eko Kuntadhi atas ceramah Ustadzah Ning Imaz , Putri KH. Abdul Khaliq Ridwan dari Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. . “Tolol tingkat kadal. Hidup kok cuma mimpi selangkangan,” demikian cuit Eko atas potongan video ceramah Ning Imaz yang tengah menjelaskan tafsir ayat 14 surat Ali Imran.
Cuitan yang tendensius menghina Islam itu bukan kali pertama dilakukan oleh pegiat media sosial ini. Sebelumnya Eko juga menghina ulama Islam lainnya, antara lain Ustadz Abdul Somad dan Ustadz Adi Hidayat.
Eko bukanlah satu-satunya pegiat media sosial yang kerap membuat kegaduhan. Masih ada sejumlah nama yang serupa aktifitasnya dengan Eko Kuntadhi: menghina Islam dan bikin gaduh dunia maya. Oleh karenanya sangat aneh jika ada fihak yang masih meragukan adanya Islamophobia di Indonesia.
Eko Kuntadhi sudah meminta maaf kepada Ustadzah Ning Imaz. Sebuah kesadaran, sikap, dan perilaku yang patut dihargai. Ustadzah Ning Imaz sudah memberi ma’af, sebuah sikap terpuji yang sangat mulia. Islam mengajarkan saling mema’afkan, meminta maaf adalah perbuatan mulia, memberi maaf lebih mulia lagi. Semoga sikap saling mema’afkan ini membawa berkah bagi kedua belah pihak dan kebaikan bagi kehidupan bersama di Indonesia.
Pemberian ma’af dari keluarga besar Ustadzah Ning Imaz dan pesantren Lirboyo atas permintaan ma’af Eko Kuntadhi ini merupakan pembelajaran penting dari bagaimana seharusnya hidup bermasyarakat berdasarkan tuntunan agama. Agama Islam mengajarkan adab, kesantunan, saling menghargai, akhlak, moral, dan perbuatan baik lainnya.
Dalam perpsektif Muhammadiyah, berdasarkan buku Panduan Hidup Islami Warga Muhammadiyah, kehidupan bermasyarakat harus ditunjukan dengan sikap-sikap sosial yang didasarkan atas prinsip menjunjung tinggi nilai kehormatan manusia, memupuk rasa persaudaraan dan kesatuan kemanusiaan, mewujudkan kerjasama umat manusia menuju masyarakat sejahtera lahir batin, memupuk jiwa toleransi, menghormati kebebasan orang lain, menegakkan budi baik, menegakkan amanat dan keadilan, perlakuan yang sama, menepati janji, menanamkan kasih sayang, dan panduan perbuatan baik lainnya dalam hidup bermasyarakat,
Semoga permintaan ma’af Eko Kuntadhi benar-benar didasarkan pada kesadaran kemanusiaannya. Meminta maaf karena pengakuan atas kesalahannya, bukan karena ketakutan pada serangan balik. Islam agama yang mengajarkan kedamaian. Namun jangan menyerang ummat Islam. Bila ummat Islam diserang, jangan salahkan bila penyerang akan diserang dengan serangan yang lebih dahsyat. Dengan meminta ma’af, Eko Kuntadhi telah menunjukan bagaimana sikap seorang kesatria.
Ustadzah Ning Imaz dipastikan tetap semangat berdakwah, memberikan pencerahan kepada ummat, Pesantren Lirboyo telah menunjukan kemuliaan ajaran Islam dengan menghormati, menerima dengan santun, dan memberi ma’af atas kesalahan Eko Kunthadi.
Semoga sikap saling memaafkan ini menjadi contoh bagi semua anak bangsa, termasuk kepada elit di DPR dan oknum petinggi TNI yang saat ini masih menunjukan sikap belum dewasa dalam memberi dan menerima kritik. Indonesia adalah bangsa besar yang sudah 77 tahun merdeka. Seharusnya seluruh komponen bangsa, terutama para elite, sudah dapat menunjukan praktek hidup yang saling menghargai.
Magelang, 16 September 2022
Sumber: Republika