Bahlil Tegaskan Komitmen Indonesia untuk Turunkan Emisi Global

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto
ADVERTISEMENTS

Bahlil ingatkan hanya seperlima investasi hijau yang masuk negara seperti Indonesia

ADVETISEMENTS

 BADUNG — Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyatakan komitmen Indonesia dalam membangun industri ramah lingkungan dengan Energi Baru Terbarukan (EBT). Menurutnya, hal komitmen tersebut sebagai bentuk kontribusi Indonesia kepada dunia global untuk menurunkan emisi rumah kaca. 

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS


Hal tersebut disampaikan Bahlil dalam forum B20 Summit yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, Ahad (13/11). Akan tetapi, Bahlil juga mengungkapkan adanya kontraproduktif kebijakan terhadap pemerataan aliran investasi, khususnya investasi hijau, ke negara berkembang. 

ADVERTISEMENTS
ADVETISEMENTS


Bahlil menyampaikan bahwa hanya seperlima saja dari investasi energi hijau yang mengalir ke negara berkembang. Di satu sisi, dunia global mendorong percepatan untuk mencapai net zero emission

ADVERTISEMENTS


“Sudah saatnya kita tidak memakai standar ganda. Pemerintah bisa membuat keputusan, tetapi yang mengimplementasikan adalah dunia usaha. Peran dunia usaha dalam B20 menjadi instrumen terpenting dalam usaha kita menuju net zero emission,” ujar Bahlil.

ADVERTISEMENTS


Bahlil juga menggarisbawahi tentang isu harga karbon yang dinilai masih ada ketimpangan antara negara maju dengan negara berkembang. Harga karbon negara maju sebesar 100 dolar AS per ton dan negara berkembang seperti Indonesia hanya dihargai 15-20 dolar AS per ton.


“Menurut saya, ini harus menjadi perenungan kita bersama. Karena saya yakin kita harus berdiri sama tinggi, duduk sama rendah untuk kesejahteraan bersama seluruh wilayah di dunia,” tambah Bahlil.


Bahlil juga menyampaikan salah satu keputusan tingkat Menteri negara G20 yaitu Bali Kompendium. Bahlil menjelaskan Bali Kompendium ini merupakan sebuah konsep yang dibangun untuk memberikan kebebasan kepada masing-masing negara dalam menyusun arah kebijakan investasinya


dengan menghargai keunggulan komperatif masing-masing negara.


“Saya pikir sudah saatnya antara negara-negara G20 tidak boleh ada yang merasa lebih berhak dan lebih merdeka daripada negara lain. Karena kita semuanya sama. Dan sekali lagi, duduk sama rendah, berdiri sama tinggi untuk berkolaborasi dalam mewujdukan cita-cita mulia untuk kesejahteraan bersama,” jelas Bahlil. 

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version