Selasa, 21/05/2024 - 10:52 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

EDUKASI
EDUKASI

YAICI Gandeng Empat Kampus Nasional Tingkatkan Riset Gizi Anak

YAICI sebut rendahnya riset kesehatan warga berbanding lurus dengan literatur gizi

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

 JAKARTA — Penurunan aktivitas fisik masyarakat, gangguan pola makan anak, serta kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi kandungan gula garam lemak merupakan faktor yang berkontribusi pada tiga masalah gizi (triple burden of malnutrition) keluarga di Indonesia. Ketiga masalah gizi tersebut adalah kekurangan gizi, kelebihan berat badan, dan kekurangan zat gizi mikro dengan anemia. 

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan


Jika tidak ditangani secara baik dan sesegera mungkin, hal ini akan berkontribusi pada berbagai penyakit kronis di kemudian hari. Salah satu penyebab sulitnya mengatasi masalah gizi keluarga adalah tingkat literasi gizi masyarakat yang masih rendah. 


Hal itu turut didukung oleh minimnya penelitian yang dapat menjadi referensi peningkatan kesehatan masyarakat di Indonesia. Selain itu, dari sisi kuantitas pun peneliti Indonesia masih tertinggal dari negara tetangga. 


Sebagai perbandingan, jumlah peneliti per 1 juta populasi di Malaysia mencapai angka 7.000, diikuti Singapura dengan angka 2.590. Sementara, Indonesia hanya berada di angka 1.071 dengan populasi penduduk yang cukup besar.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh
Berita Lainnya:
Itera Alokasikan 219 Kuota Mahasiswa Baru untuk Jalur Mandiri, Seleksinya Pakai Nilai UTBK


Untuk itu, dalam rangka mendorong perkembangan riset dan penelitian di Indonesia, Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) menggandeng 4 universitas terkemuka di Indonesia, diantaranya Universitas Indonesia (UI), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Airlangga (UNAIR), dan Universitas Negeri Semarang (UNNES), untuk melakukan penelitian bersama terkait Konsumsi Susu dan Status Gizi Anak di Indonesia.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action


Ketua YAICI Arif Hidayat mengatakan pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menghadapi era digital dengan perubahannya yang semakin cepat. “Ilmu pengetahuan dan teknologi saling berpacu. DI masa mendatang dibutuhkan SDM dengan kualitas unggul, yang dapat mengikuti perubahan zaman. Karena itu, sudah waktunya kita mengambil peran dalam globalisasi, salah satunya melalui dunia pendidikan, memperkaya literatur dengan penelitian-penelitian yang akan bermanfaat bagi masyarakat,” jelas Arif Hidayat.


Sebagaimana diketahui, masa depan anak dipengaruhi oleh kecukupan gizi pada masa 1000 hari pertama kehidupan anak. Kekurangan gizi dan gangguan-gangguan kesehatan yang terjadi pada masa 1.000 HPK akan berdampak terhadap kemampuan dan produktivitas SDM dimasa mendatang. Untuk itu, peningkatan literasi dan kesadaran masyarakat akan gizi penting dilakukan sejak dini.

ADVERTISEMENTS


“Salah satu yang perlu didorong adalah memastikan asupan protein yang cukup pada anak, terutama protein hewani karena sangat penting untuk meningkatkan ketahanan tubuh dan juga massa otak. Karena itu masyarakat perlu memahami, gizi anak tidak cukup bila hanya dari protein nabati seperti tahu dan tempe, tapi diperlukan asupan protein hewani yang dapat diperoleh dari telur, ikan, daging dan susu,” jelas Arif.  

ADVERTISEMENTS


Susu merupakan sumber hewani yang mengandung energi, protein, asam amino dan mikronutrien hanya ditemukan dalam makanan hewani sumber yang dapat merangsang pertumbuhan. Konsumsi susu yang cukup dapat menambah nutrisi penting untuk pencapaian Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk anak Indonesia. Rendahnya konsumsi protein hewani dan susu pada balita menyebabkan tingginya prevalensi stunting dan gangguan gizi lainnya.

Berita Lainnya:
Bertemu Pelajar Indonesia, Elon Musk Berikan PR Ini kepada Mereka

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi