Makan Pakai Tangan, Ini Nilai Filosofis di Baliknya

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto
ADVERTISEMENTS

Pilihan makan pakai tangan atau sendok kembali ke diri masing-masing.

ADVETISEMENTS

JAKARTA — Perdebatan media sosial mengenai cara makan nasi padang pakai tangan atau sendok cukup menggelitik untuk disimak. Perbedaan cara makan nasi padang tidak lantas membuat masyarakat berseteru, melainkan hanya sebatas seru-seruan saja. Sama halnya seperti kesedihan antara bubur diaduk atau tidak diaduk.

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS

Pengamat kuliner Santhi Serad menyampaikan, pilihan pakai tangan atau kembali ke diri masing-masing. Namun, pendiri dan ketua komunitas Aku Cinta Makanan Indonesia (ACMI) itu secara pribadi memilih makan langsung menggunakan tangan.

ADVERTISEMENTS
ADVETISEMENTS

“Kalau menurut saya, makan pakai tangan lebih nikmat karena jari kita bisa memilah tulang dan daging saat makan ayam atau ikan, dan bisa merasakan tekstur nasi,” kata Santhi saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (10/1/2023).

ADVERTISEMENTS

Santhi menjelaskan, tradisi makan pakai tangan sudah ada sejak zaman dulu, sebelum masyarakat mengenal sendok dan garpu. Jari kelima dianggap sebagai satu kesatuan dalam mengidentifikasi nasi, lauk berkuah, protein, bahkan sambal.

ADVERTISEMENTS

 

Pemilik Kebun Herbal Bandung itu sakit pula kultur makan menggunakan tangan yang terus ada. Hingga kini, berbagai acara hajatan serta komunitas seperti pesantren, misalnya, masih menerapkan makan bersama dalam satu piring besar.  Ada nilai kebersamaan dari kegiatan tersebut.

Sementara itu, orang yang memilih makan memakai sendok mungkin mempertimbangkan kepraktisan. Santhi melengkapi perkembangan kuliner masa kini, salah satunya dengan adanya nasi shirataki yang susah simakan dengan tangan langsung karena teksturnya “ambyar”. Untuk mengurangi kerumitan, maka sebagian orang memilih makan memakai sendok.

Terkait kebiasaan makan pakai tangan, pelestari kuliner Nusantara yang mempelajari food scientific texhnology di Universitas Curtin di Perth, Australia, mengungkapkan adanya filosofis terkait kebersamaan dan rasa syukur.  “Mengambil makanan secukupnya lewat jari-jari kita dan memasukkan ke mulut sebagai ungkapan rasa syukur. Tentunya kita tidak akan mengambil banyak makanan dengan jari-jari kita dan memaksakan masuk ke mulut,” ujar Santhi.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version