Nikah Usia Dini Paling Tinggi di Pulau Jawa, Ini Penjelasan Pemerintah

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Pernikahan di bawah umur juga terpengaruh penggunaan internet dan media sosial.

ADVERTISEMENTS

 JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyoroti tingginya angka pernikahan dini anak di beberapa wilayah.

ADVERTISEMENTS

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika Putri menyebut provinsi dengan jumlah penduduk yang tinggi rentan mengalami pernikahan dini yang cukup tinggi juga.

“Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat dengan jumlah penduduknya yang besar tentunya memiliki angka yang cukup tinggi terkait pernikahan usia dini, hal ini perlu mendapatkan perhatian dari seluruh pemangku kepentingan,” kata Femmy dikutip dari website Kemenko PMK, Senin (16/1/2023).

Salah satu contohnya, di Ponorogo. Pengadilan Agama Ponorogo selama tahun 2022 menerima sebanyak 191 permohonan anak menikah dini 

ADVERTISEMENTS

 

ADVERTISEMENTS

Dari 191 pemohonan dispensasi nikah yang masuk, rentang usia terbanyak mengajukan permohonan adalah 15 hingga 19 tahun sebanyak 184 perkara. Sisanya pemohon dispensasi nikah memiliki umur di bawah 15 tahun, yakni tujuh perkara.

Femmy mengatakan, faktor penyebab pernikahan di bawah umur yaitu kehamilan sebelum pernikahan, tekanan sosial budaya, faktor ekonomi, peningkatan penggunaan internet dan media sosial, serta pendidikan yang masih terbatas.

ADVERTISEMENTS

Karenanya Femmy berharap peran aktif orang tua dalam melakukan pendampingan terhadap anak-anaknya demi pencegahan perkawinan dini.

ADVERTISEMENTS

Ia mengajak seluruh orang tua yang ada di Indonesia untuk selalu memberikan pendampingan dan mengedukasi anak-anaknya tentang bahaya pergaulan bebas saat ini.

“Marilah seluruh orang tua di Indonesia dapat memberikan edukasi kepada anak-anaknya supaya mereka terhindar dari pergaulan bebas,” katanya.

Selain itu, perlunya perhatian dari satuan pendidikan yang menjadi lingkungan kedua terdekat setelah keluarga melalui guru di sekolah dengan melakukan edukasi tentang bahayanya perkawinan anak.

“Sekolah dan orang tua harus punya ‘bahasa’ yang sama supaya anak-anak ini paham apa yang disampaikan kepada mereka terkait pernikahan dini,” ujar Femmy.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version