Sementara itu Rektor Unkris Dr Ayub Muktiono dalam sambutannya menyampaikan dua makna utama dari Ramadhan, Idul Ftri, dan halal bihalal. Pertama bahwa manusia wajib menghargai setiap perbedaan. Sebab sejatinya Allah telah menciptakan manusia dengan keberagaman, baik warna kulit, rambut, bahasa, suku, spesies, dan lainnya. “Kita wajib untuk menghormati dan menghargai keberagaman yang telah Allah ciptakan,” kata dia.
Kedua, kata Dr Ayub, manusia wajib menjunjung tinggi dan merawat kearifan lokal, warisan leluhur. Menurut dia, halal bihalal merupakan kearifan lokal warisan leluhur bangsa Indonesia. “Nilai yang bisa kita petik dari halal bihalal adalah mempererat silaturahmi di antara kita. Semua agama juga mengajarkan pentingnya silaturahmi ini,” katanya.
Silaturahmi, lanjut Rektor Unkris itu, tidak hanya mempererat tali persaudaraan, tetapi juga menyehatkan, memberikan berkah dan membawa nilai-nilai positif dalam kehidupan bermasyarakat. Silaturahmi sekaligus menjadi bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa di mana setiap mahluk harus hidup saling tolong menolong, bantu membantu, dan saling menghargai.
Sebagai upaya merawat warisan leluhur, sambung Dr Ayub, Unkris berupaya terus melanjutkan tradisi halal bihalal Idul Fitri. “Ini adalah salah satu cara yang ditempuh Unkris untuk menghargai dan menghormati para leluhur pendiri Unkris.”
Kegiatan halal bihalal yang bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2023 tersebut juga diwarnai dengan mengheningkan cipta bagi enam tokoh pendidikan Indonesia, yakni Ki Hadjar Dewantara, Raden Ajeng Kartini, KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim As’ari, Dewi Sartika, dan Rohana Kudus.
Dari daftar di bawah ini, mana nih Hape favorit Kamu?
Sumber: Republika