ADMR Siapkan Transisi Pembangkit Hydro, Jawab Tuduhan Greenwashing

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Presiden Direktur PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) Christian Ariano Rachmat (ketiga kanan), didampingi Direktur Heri Gunawan, Direktur Wito Krisnahadi, Wakil Presiden Direktur Iwan Dewono Budiyuwono, Direktur Totok Azhariyanto dan Direktur Hendri Tamrin (kiri-kanan) berbincang usai melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Adaro Minerals Indonesia Tbk di Jakarta, Rabu (10/5/2023). Dalam RUPST PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) kali ini menyetujui dan mengesahkan antara lain laporan tahunan dan laporan keuangan konsolidasi ADMR tahun 2022. Selain itu, untuk mendukung eknomi hijau, Adaro akan merealisasikan rencana untuk membangun perusahaan yang lebih ramah lingkungan dengan berkomitmen membangun smelter alumunium terbesar di Indonesia yang diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi Indonesia. Tahap pra kontruksi untuk smelter alumunium yeng telah dimulai dengan estimasi COD tahap 500.000 ton pertama yang akan dicapai pada tagyn 2025 mendatang.

ADVERTISEMENTS

JAKARTA — PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) menjawab isu greenwashing seperti dituduhkan media asing lantaran membangun proyek smelter alumunium yang masih menggunakan pembangkit listrik batu bara. Greenwashing adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan strategi pemasaran dan komunikasi perusahaan dengan memberikan citra ramah dan peduli lingkungan namun tidak dengan tindakan nyata.

ADVERTISEMENTS

Presiden Direktur Adaro Minerals, Christian Ariano Rachmat, mengatakan, Adaro grup tengah mempersiapkan pembangunan pembangkit listrik berbasis hydro atau air yang bebas emisi yang ditargetkan selesai pada 2030 mendatang.

ADVERTISEMENTS

“Di dalam Financial Times Adaro diserang, dibilang kalian greenwashing. Loh, kita maunya memang green alumunium, pasti. Tapi semua ada prosesnya,” kata Ariano dalam konferensi pers di Hotel St. Regis Jakarta, Rabu (10/5/2023).

ADVERTISEMENTS

Proyek smelter alumunium tersebut ditargetkan mulai beropasi tahun 2025 mendatang dengan kapasitas produksi alumunium 500 ribu ton per tahun atau setengah dari kebutuhan Indonesia yang saat ini diimpor.

ADVERTISEMENTS

Namun, pada tahap awal, smelter tersebut memang beropasi dengan suplai listrik dari pembangkit berbasis batubara. Ia menilai, tuduhan tersebut justru menjadi kepentingan asing yang ingin agar Indonesia tidak membuat alumunium sendiri dari bahan baku sumber daya alam yang melimpah.

ADVERTISEMENTS

“Seluruh (smelter) alumunium itu 75 persen dari batubara listriknya. Hanya 25 persen yang pakai hydro ada di Rusia, Kanada, brasil. Kita suatu hari mau buat green alumunium tapi butuh waktu sampai pembangkit hidro itu jadi,” tegas Ariano.

ADVERTISEMENTS

Ia menambahkan, Indonesia tak perlu menunggu sampai pembangkit itu rampung untuk mengoprasikan smelter. Sebab, dengan kemampuan produksi sendiri, Indonesia bisa menghemat devisa impor alumunium yang saat ini bisa mencapai 2,5 miliar dolar AS per tahun.

ADVERTISEMENTS

“Negara kita tidak boleh impor semua, bahwa batubara dulu (listriknya), iya. Tapi kita tidak bohong, orang bilang akan green alumunium, akan green alumunium. Tapi ada stepnya,” katanya.

ADVERTISEMENTS

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version