Bank Dunia Peringatkan Adanya Kejutan Ganda Dampak Genosida di Gaza

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Rudal Israel menyerang bagian utara Jalur Gaza saat matahari terbenam, Ahad (29/10/2023.

ADVERTISEMENTS

ANKARA — Bank Dunia memperingatkan pada Senin (30/10/2023), bahwa pasar komoditas global dapat menghadapi kejutan ganda ketika perang dan genosida di Gaza meningkat. Kondisi itu memperburuk gangguan yang disebabkan oleh perang Rusia terhadap Ukraina yang hingga kini masih berlangsung.

ADVERTISEMENTS

Dalam laporan terbaru Commodity Markets Outlook yang dirilis Bank Dunia dikutip dari Anadolu Agency, perang dan pembantaian ini dapat mendorong pasar komoditas global ke dalam kondisi yang belum dipetakan. Bank Dunia memperkirakan harga minyak rata-rata 90 dolar AS per barel pada kuartal terakhir tahun ini sebelum turun menjadi 81 dolar AS per barel tahun depan. Kondisi itu akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi global.

Harga komoditas secara keseluruhan diproyeksikan turun 4,1 persen tahun depan dan stabil pada tahun 2025. Menurut Bank Dunia, konflik Palestina-Israel sejauh ini berdampak terbatas pada pasar komoditas global.

Harga minyak secara keseluruhan telah meningkat sekitar enam persen sejak dimulainya konflik pada 7 Oktober. Bank Dunia menilai, prospek harga komoditas akan cepat suram jika konflik meningkat.

ADVERTISEMENTS

Kepala ekonom Bank Dunia dan wakil presiden senior bidang Ekonomi Pembangunan Indermit Gill meminta para pembuat kebijakan untuk waspada terhadap dampak-dampak yang mengganggu dari gejolak ini. “Jika konflik semakin meningkat, perekonomian global akan menghadapi guncangan energi ganda untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade, tidak hanya akibat perang di Ukraina namun juga di Timur Tengah,” katanya.

ADVERTISEMENTS

Wakil kepala ekonom Bank Dunia dan direktur Prospects Group Ayhan Kose memperingatkan, bahwa harga minyak yang lebih tinggi akan mendorong harga pangan naik. “Pada akhir 2022, lebih dari 700 juta orang, hampir sepersepuluh populasi global, mengalami kekurangan gizi. Meningkatnya konflik terbaru akan meningkatkan kerawanan pangan, tidak hanya di kawasan ini tetapi juga di seluruh dunia,” ujarnya.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version