Kata dia, karena sifat permintaan keterangan tersebut adalah permintaan dari tersangka, dirinya memiliki hak untuk menentukan waktu. Dan menurut dia, jadwal permintaan keterangan di kepolisian tersebut, berbarengan dengan permintaan serupa di sidang praperadilan. “Karena saya dipanggil di Bareskrim (penyidik kepolisian) kan atas permintaan dari Pak Firli (sebagai tersangka) untuk memberikan keterangan, jadi waktunya terserah saya,” begitu kata Alexander.
Dia mengatakan, permintaan keterangan darinya memang untuk saksi meringankan bagi Firli. “Nanti setelah ini, saya akan koordinasikan kembali, apakah saya bisa hari ini. Kalau saya nggak capek, nanti sore juga bisa (datang ke kepolisian),” kata Alexander.
Namun dikatakan dia, jika jadwal kerja di KPK tak memungkinkan, dirinya pun akan meminta penyidik kepolisian untuk meminta keterangan di kemudian hari. “Nanti saya koordinasikan dengan di Bareskrim (penyidik kepolisian), apakah bisa untuk diperiksa di kantor atau saya ke Bareskrim. Saya menawarkan seperti itu,” kata Alexander.
Polda Metro Jaya telah menetapkan Firli sebagai tersangka pemerasan dan penerimaan gratifikasi, hadiah, atau janji. Firli dijerat dengan sangkaan Pasal Pasal 12e atau Pasal 12B atau Pasal 11 UU 31/1999 juncto Pasal 65 KUH Pidana. Kasus tersebut terkait dengan pengusutan tiga pelaporan kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) yang berujung pada penetapan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka di KPK.
Atas penetapan statusnya sebagai tersangka di kepolisian, Firli melawan dengan mengajukan praperadilan. Pada Senin (11/12/2023), tim pengacara Firli menyampaikan 10 permohonan kepada hakim praperadilan. Utama meminta hakim praperadilan agar memutuskan status tersangka terhadap Firli tak sah. Dan meminta hakim agar menyatakan pelaporan kasus yang menyeret Firli sebagai tersangka tidak sah.