Eks Pegawai Sebut kasus Pungli Rutan KPK Akibat tak ada Keteladan

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

 JAKARTA — Eks Pegawai KPK yang tergabung dalam IM57+ Institute merasa kecewa dengan kasus pungli rutan yang menjerat 93 pegawai KPK. Mereka kini dihadapkan dengan sidang pelanggaran etik.

ADVERTISEMENTS

IM57+ Institute memandang jumlah pegawai yang masif dalam perilaku tersebut menguatkan petunjuk atas gagalnya penerapan revisi UU KPK. IM57+ Institute pun menyindir pimpinan KPK yang gagal menjadi teladan bagi para pegawainya. 

ADVERTISEMENTS

“Hal tersebut menunjukan persoalan pimpinan yang tidak memberikan teladan berimplikasi pada tindakan pegawai karena ketiadaan suri teladan,” kata Ketua IM57+ Institute Mochamad Praswad Nugraha dalam keterangannya dikutip pada Kamis (18/1/2024). 

Praswad menyindir kasus dugaan pemerasan yang dilakukan eks ketua KPK Firli Bahuri terhadap mantan menteri Pertanian dari partai Nasdem, Syahrul Yasin Limpo. “Pimpinan memeras, tidak heran pegawai ikut melakukan tindakan tersebut,” ujar Praswad. 

 

ADVERTISEMENTS

IM57+ Institute menilai kondisi ini tidak dapat dihadapi dengan hanya melakukan sidang kode etik belaka. Sebab pelaku bukan hanya oknum saja, tetapi telah ada jaringan yang massif. 

ADVERTISEMENTS

“Pada kondisi ini, IM57+ tetap konsisten bahwa restart KPK harus dilakukan secara komprehensif,” ujar Praswad. 

Oleh karena itu, IM57+ Institute mendorong evaluasi menyeluruh KPK atas kian parahnya kelakuan sebagian pegawainya. IM57+ Institute mendesak perombakan seluruh pimpinan KPK. IM57+ Institute juga ingin kembali bertugas di KPK. 

ADVERTISEMENTS

Restart KPK tersebut dapat dituangkan dalam bentuk teknis dengan melakukan evaluasi menyeluruh KPK, pemecatan pimpinan saat ini dan pemulihan hak 57 pegawai yang menjadi simbol penyingkiran pegawai berintegritas. Ketiga langkah cepat (quick wins) tersebut merupakan kunci pengembalian marwah KPK,” ucap Praswad. 

ADVERTISEMENTS

Sebelumnya, Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengungkap nilai Pungli yang melibatkan 93 pegawai mencapai Rp 6,14 miliar. Anggota Dewas KPK Albertina Ho mengatakan dari jumlah itu setiap oknum menerima besaran bervariasi mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 500 juta. Total angka Rp 6,14 miliar merupakan akumulasi sejak Desember 2021-Maret 2022.

Dalam kasus tersebut, Albertina menyebut Dewas KPK telah memeriksa 169 orang, yang 137 diantaranya merupakan pihak eksternal, serta 32 orang lainnya adalah mantan staf rumah tahanan, mantan kepala bagian pengamanan, dan inspektur.

Hasilnya, 93 orang memenuhi syarat untuk masuk ke tahap sidang etik. Ada 44 sisanya tidak memenuhi syarat. Lalu, ada satu orang yang telah dijatuhi sanksi pada Agustus lalu.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version