Kisah Mahasiswa Perantau Menjadi Marbut

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Banda Aceh– Dalam suasana masjid yang masih sepi dan udara subuh yang masih terasa dingin, seorang pemuda yang merupakan marbut perlahan bangun dari kamarnya di salah satu ruangan masjid. Dia bersiap mengambil kain pel dan sapu sebagai alatnya membersihkan rumah tuhan.

ADVERTISEMENTS

Dia adalah Muhammad Syafiq Ismail (23), bekerja secara ikhlas menjadi marbut dan menjaga Masjid Ar-Rahman Merduati, Banda Aceh. Pria kelahiran Batubara, Sumatera Utara itu sudah sejak 2019 menjadi mahasiswa perantauan yang berkuliah di salah satu universitas di Banda Aceh.

ADVERTISEMENTS

Sehari-harinya, Syafiq bersama dua marbut lainnya menjaga dan membersihkan masjid serta menyiapkan segala keperluan masjid termasuk menjadi muazzin dan imam pengganti dalam shalat fardhu.

“Biasanya ya membersihkan dan menjaga masjid. Terkadang menjadi muazzin dan imam juga,” ungkapnya.

Syafiq menjadi marbut sejak 2021 lalu dan telah selesai dari kuliahnya. Masa awal kuliah tahun 2019 saat ia belum menjadi marbut, Syafiq sempat menumpang tinggal di beberapa tempat. Mulai dari dayah dan pesantren, indekos dan rumah sanak saudaranya. Di sela kesibukannya dia tetap mengajar di sekolah-sekolah sebagai guru pengganti untuk memenuhi kebutuhannya.

ADVERTISEMENTS

“2019 saya ke Banda Aceh karena kuliah. Saya menjadi marbut pada tahun 2021, Alhamdulillah pada 2023 saya lulus kuliah,” ujarnya.

ADVERTISEMENTS

Syafiq merupakan lulusan Strata 1, jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Sejurus dengan kemampuan dan ilmu yang didapat semasa berukuliah inilah Syafiq mampu mengajar dan memberanikan diri untuk menjadi pengurus masjid.

“Setelah lulus saya mengajar di sekolah dan berkat ilmu yang saya dapat semasa kuliah sehingga menjadi marbut sampai sekarang,” ungkap Syafiq.

ADVERTISEMENTS

Saat Covid-19 melanda dunia, banyak orang yang mengalami kesulitan ekonomi. Dalam masa sulit ini Syafiq berusaha untuk terus memenuhi kebutuhannya sendiri agar tidak membebani keluarganya di kampung halaman.

ADVERTISEMENTS

Dia mengikuti beberapa kenalannya di perantauan untuk mengajar madrasah dan sempat masuk ke dayah pengajian yang menyediakan tempat singgah bagi mahasiswa perantau selama tiga bulan.

“Sempat ikut senior kampus mengajar dan diberikan tempat tinggal, setelah itu tinggal di dayah khusus mahasiswa yang melaksanakan pengajian malam dan berkuliah pada pagi harinya,” ungkap Syafiq.

Syafiq Sedang Membersihkan Area Berwudhu dari Genangan Air. (Chairil Aqsha/Lensakita.com)
Setelah tinggal di dayah itu, Syafiq juga sempat menumpang kepada saudaranya di kawasan yang lumayan jauh dari kampus dan tempatnya mengajar. Namun tak lama setelah itu Syafiq mendapat informasi dari beberapa temannya yang sudah menjadi marbut bahwa ada beberapa masjid yang membuka lowongan.

“Sempat daftar lowongan marbut, namun sudah ada orangnya dan coba lagi ke masjid lainnya,” ujar Syafiq.

Tidak lama setelah mengunjungi beberapa masjid yang ada di kawasan Darussalam yang dekat dengan kampus, dia mendapat informasi bahwa Masjid Ar-Rahman Merduati membutuhkan marbut. Dia bergegas menjumpai pengurus masjid dan diterima. Setelah itu dia menetap di masjid hingga sekarang.

“Alhamdulillah setelah saya berjumpa kepala pengurus masjid, saya diterima. Saya langsung berkerja esoknya hingga sampai saat ini,” ujarnya.

Pada awalnya mengurusi masjid, Syafiq tidak mendapatkan upah dan bekerja ikhlas untuk menjaga, membersihkan dan menjadi muazzin. Baginya dengan diterima sebagai marbut dan diberikan tempat tinggal sudah sangat membantunya hidup di perantauan.

“Pada awal-awal tidak digaji dan saya sudah sangat merasa terbantu dengan adanya tempat tinggal,” ujarnya.

Seiring dengan berjalannya waktu, dia mendapat upahnya sebanyak 200ribu selama seminggu menjaga masjid. Menurutnya hal ini sudah sangat membantunya memenuhi kebutuhan sehari-hari disamping upahnya sebagai tenaga pengajar di sekolah.

Dalam sebulan, Syafiq mendapat 2 juta dari hasilnya bekerja menjadi marbut, guru ngaji dan mengajar di sekolah. Dia merasa berkecukupan dan menyisihkan tabungannya untuk diberikan kepada keluarga di kampung halaman.

“Saya cukup-cukup kan untuk memberikan sedikit uang kepada orang tua di kampung,” ungkapnya.

Syafiq juga merasa sangat senang bisa mengurus masjid Ar-Rahman Merduati. Selain merasa dekat dengan Allah, dia juga merasa sangat diterima oleh masyarakat sekitar. Sering ada kajian rutin yang mereka adakan di masjid dan beberapa masyarakat sekitar juga menawarkan dia mengajar ngaji anak-anak di rumah-rumah.

“Ada masyarakat yang meminta saya mengajar ngaji anak mereka, saya tidak mematok upah, mereka yang membayar seikhlasnya,” tutup Syafiq.

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version