Rabu, 01/05/2024 - 00:47 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ACEH

Kisah Mahasiswa Perantau Menjadi Marbut

ADVERTISEMENTS

Banda Aceh– Dalam suasana masjid yang masih sepi dan udara subuh yang masih terasa dingin, seorang pemuda yang merupakan marbut perlahan bangun dari kamarnya di salah satu ruangan masjid. Dia bersiap mengambil kain pel dan sapu sebagai alatnya membersihkan rumah tuhan.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Dia adalah Muhammad Syafiq Ismail (23), bekerja secara ikhlas menjadi marbut dan menjaga Masjid Ar-Rahman Merduati, Banda Aceh. Pria kelahiran Batubara, Sumatera Utara itu sudah sejak 2019 menjadi mahasiswa perantauan yang berkuliah di salah satu universitas di Banda Aceh.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Sehari-harinya, Syafiq bersama dua marbut lainnya menjaga dan membersihkan masjid serta menyiapkan segala keperluan masjid termasuk menjadi muazzin dan imam pengganti dalam shalat fardhu.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

“Biasanya ya membersihkan dan menjaga masjid. Terkadang menjadi muazzin dan imam juga,” ungkapnya.

ADVERTISEMENTS

Syafiq menjadi marbut sejak 2021 lalu dan telah selesai dari kuliahnya. Masa awal kuliah tahun 2019 saat ia belum menjadi marbut, Syafiq sempat menumpang tinggal di beberapa tempat. Mulai dari dayah dan pesantren, indekos dan rumah sanak saudaranya. Di sela kesibukannya dia tetap mengajar di sekolah-sekolah sebagai guru pengganti untuk memenuhi kebutuhannya.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

“2019 saya ke Banda Aceh karena kuliah. Saya menjadi marbut pada tahun 2021, Alhamdulillah pada 2023 saya lulus kuliah,” ujarnya.

Berita Lainnya:
Pemko Langsa Sampaikan LKPJ 2023

Syafiq merupakan lulusan Strata 1, jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Sejurus dengan kemampuan dan ilmu yang didapat semasa berukuliah inilah Syafiq mampu mengajar dan memberanikan diri untuk menjadi pengurus masjid.

“Setelah lulus saya mengajar di sekolah dan berkat ilmu yang saya dapat semasa kuliah sehingga menjadi marbut sampai sekarang,” ungkap Syafiq.

Saat Covid-19 melanda dunia, banyak orang yang mengalami kesulitan ekonomi. Dalam masa sulit ini Syafiq berusaha untuk terus memenuhi kebutuhannya sendiri agar tidak membebani keluarganya di kampung halaman.

Dia mengikuti beberapa kenalannya di perantauan untuk mengajar madrasah dan sempat masuk ke dayah pengajian yang menyediakan tempat singgah bagi mahasiswa perantau selama tiga bulan.

“Sempat ikut senior kampus mengajar dan diberikan tempat tinggal, setelah itu tinggal di dayah khusus mahasiswa yang melaksanakan pengajian malam dan berkuliah pada pagi harinya,” ungkap Syafiq.

Syafiq Sedang Membersihkan Area Berwudhu dari Genangan Air. (Chairil Aqsha/Lensakita.com)
Setelah tinggal di dayah itu, Syafiq juga sempat menumpang kepada saudaranya di kawasan yang lumayan jauh dari kampus dan tempatnya mengajar. Namun tak lama setelah itu Syafiq mendapat informasi dari beberapa temannya yang sudah menjadi marbut bahwa ada beberapa masjid yang membuka lowongan.

Berita Lainnya:
Susi Air Buka Rute Banda Aceh-Sabang, Berikut Harga Tiketnya

“Sempat daftar lowongan marbut, namun sudah ada orangnya dan coba lagi ke masjid lainnya,” ujar Syafiq.

Tidak lama setelah mengunjungi beberapa masjid yang ada di kawasan Darussalam yang dekat dengan kampus, dia mendapat informasi bahwa Masjid Ar-Rahman Merduati membutuhkan marbut. Dia bergegas menjumpai pengurus masjid dan diterima. Setelah itu dia menetap di masjid hingga sekarang.

“Alhamdulillah setelah saya berjumpa kepala pengurus masjid, saya diterima. Saya langsung berkerja esoknya hingga sampai saat ini,” ujarnya.

Pada awalnya mengurusi masjid, Syafiq tidak mendapatkan upah dan bekerja ikhlas untuk menjaga, membersihkan dan menjadi muazzin. Baginya dengan diterima sebagai marbut dan diberikan tempat tinggal sudah sangat membantunya hidup di perantauan.

“Pada awal-awal tidak digaji dan saya sudah sangat merasa terbantu dengan adanya tempat tinggal,” ujarnya.

Seiring dengan berjalannya waktu, dia mendapat upahnya sebanyak 200ribu selama seminggu menjaga masjid. Menurutnya hal ini sudah sangat membantunya memenuhi kebutuhan sehari-hari disamping upahnya sebagai tenaga pengajar di sekolah.

Dalam sebulan, Syafiq mendapat 2 juta dari hasilnya bekerja menjadi marbut, guru ngaji dan mengajar di sekolah. Dia merasa berkecukupan dan menyisihkan tabungannya untuk diberikan kepada keluarga di kampung halaman.

“Saya cukup-cukup kan untuk memberikan sedikit uang kepada orang tua di kampung,” ungkapnya.

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi