Nestapa Rohingya Pencari Suaka

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Sejumlah etnis Rohingya menunggu di ruangan setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan identifikasi di tempat penampungan sementara di bekas kantor Imigrasi Punteuet, Blang Mangat, Lhokseumawe, Aceh, Jumat (26/6/2020). FOTO/ANTARA/Rahmad. Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

ADVERTISEMENTS

Penulis: Jumratul Sakdiah, S.Pd

ADVETISEMENTS

ROHINGYA, salah satu etnis yang terancam kehidupannya. Mengais sisa-sisa harap kepada negeri tetangga. Meskipun faktanya, tak ada negara yang peduli dengan nasib mereka. Aceh, menjadi wilayah incaran satu-satunya, tapi kini negeri para ulama ini pun ikut pongah mengulurkan tangannya. Hanya karena terpengaruh isu negatif tentang Rohingya. Akhirnya melakukan pengusiran paksa sampai enggan bersikap baik terhadap mereka.

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS

Padahal telah diketahui, etnik Rohingya beragama Islam yang terusir dari negaranya, Myanmar. Di sana mereka mendapatkan perlakuan yang tak manusiawi. Ada yang dibantai dan yang hidup tak diberi makan. Mereka tinggal di tempat yang jauh dari layak. Tidak ada jaminan untuk bertahan hidup dan keamanan. Diasingkan, dianaktirikan, ditutup segala sarana publik dan dicabut kewarganegaraannya. Semua ini hanya karena mereka minoritas muslim yang tinggal di tengah mayoritas buddhis yang sangat bengis.

ADVERTISEMENTS
ADVETISEMENTS

Sampai akhirnya, terpikir di benak mereka untuk mencari suaka yang aman dan nyaman. Lalu mereka meninggalkan Tanah kelahirannya dan terkatung-katung di tengah lautan yang tak jelas arahnya. Tanpa ada pasokan makanan dan jaminan kesehatan. Mereka hadapi dengan kesabaran dan ketabahan.

ADVERTISEMENTS

Di atas perahu berdesak-desakan, sampai ada yang terinjak dan banyak diantara mereka yang meninggal di atas kapal. Mayat-mayat dibuang ke lautan karena tak mampu bertahan dalam pelayaran panjang tanpa tujuan.

ADVERTISEMENTS

Berita yang baru saja tersiar. Bahwa ada kapal Rohingya yang terbalik di laut Aceh Barat. Tim SAR gabungan menemukan 69 pengungsi Rohingya yang masih bertahan di atasnya. (detik.com, 21/03/2024). Sebanyak enam jenazah diduga pengungsi Rohingya kembali ditemukan di Perairan Calang, Aceh Jaya. Total sudah 10 mayat dievakuasi tim SAR gabungan di daerah tersebut (detik.com, 25/03/2024).

ADVERTISEMENTS

Setelah perjuangan di atas perahu mempertaruhkan nyawa, pengungsi Rohingya juga tak mendapat empati dari penduduk Aceh. Banyak yang tak menerima kedatangannya bahkan menolak memberikan bantuan kepada mereka. Dengan dalih yang tak masuk di akal dan tak mencerminkan sikap seorang muslim sejati yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. saat melihat saudaranya yang kesusahan.

Rakyat Aceh mulai mengganggap muslim Rohingya hanyalah berpura-pura karena nantinya mereka akan merebut Aceh dari penduduk aslinya, layaknya Zionis-Israel yang ingin merebut Palestina. Kemudian dengan anggapan rakyat Aceh juga masih banyak yang belum sejahtera dan lain sebagainya yang tak bisa jadi sandaran untuk tidak membuka pintu bagi para pengungsi Rohingya.

Padahal mereka hanya meminta singgah sebentar ke negeri ini sampai masalah di negara mereka usai. Tapi yang terjadi muslim di negeri ini tak mampu memandang mereka dengan iba. Apalagi dengan pandangan bahwa muslim Rohingya adalah saudaranya. Mereka menyembah tuhan yang sama, berpedoman kepada kitab yang sama dan beriman dengan keimanan yang sama. Tapi mengapa begitu bencinya Muslim Indonesia terhadap mereka.

Apakah sekat nasionalisme telah membutakan mata semua muslim di seluruh dunia? Sampai tak lagi terlihat siapakah saudara kita yang sebenarnya. Akhirnya terpecah belah bagai buih di lautan yang tak memiliki kekuatan.

Muslim saat ini hanya beranggapan bahwa pengungsi Rohingya hanya jadi beban negara yang tak usah peduli tentang keselamatannya. Bukankah mereka juga manusia. Yang hilangnya satu nyawa saja sangat berharga di dalam Islam. Namun sampai dengan saat ini, berapa nyawa yang telah hilang sia-sia hanya karena tak ada jaminan hidup untuk mereka. Tak terhitung lagi jumlahnya.

Di tambah lagi dunia hari ini bungkam. Jaminan HAM hanya untuk mereka yang berkepentingan tetapi tidak untuk muslim di seluruh dunia. Perdamaian mustahil didapatkan, apalagi keadilan. Tidak sama sekali, untuk saat ini di tengah kepemimpinan kapitalisme global hanya berpihak kepada negara barat dan anteknya serta menyatakan perang terhadap siapa saja yang berpegang teguh kepada Islam. Karena mereka tahu musuh terbesar mereka adalah umat Islam. Maka mereka tak henti-hentinya memerangi umat Islam dengan berbagai cara, baik secara fisik maupun pemikiran. Sehingga tak heran nasib Rohingya dan muslim yang tertindas lainnya dalam keadaan yang sangat mencekam. Sebut saja, Palestina. Bahkan sampai tulisan ini dibuat, agresi militer tetap saja digencarkan kaum zionis kepada penduduk sipil di sana. Puluhan ribu nyawa hilang sekejap mata dengan bom yang secara masif dijatuhkan tepat di wilayah para penduduk Palestina tinggal.

Para pemimpin muslim dunia diam. Mereka tak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya dengan retorika busuk membisingkan telinga. Tak ada solusi nyata untuk pembebasan negeri para ambiya itu.

Para pemimpin muslim tunduk tak berdaya dihadapan Amerika dan Zionis Israel, dengan alasan diplomatik atau larangan intervensi antar negara. Mereka hanya menyaksikan angka kematian yang bertambah setiap detiknya tanpa ada kekuatan untuk menghentikannya.

Miris, nasib saudara kita di Rohingya dan Palestina adalah sama. Yaitu sama. Sama-sama tertindas dan dizalimi. Harusnya muslim lainnya sadar bahwa sekat yang memisahkan antara kita dan mereka adalah paham nasionalisme yang menjadikan kita seperti tak lagi bersaudara. Padahal pesan persatuan senantiasa disematkan oleh nabiullah dan disebutkan beberapa kali di dalam Al-Qur’an. Bahwa kekuatan muslim ada pada persatuan bukan perpecahan seperti sekarang.

Oleh karena itu, harus ada perubahan. Rantai nasionalisme ini harus diputus. Dan kaum muslimin harusnya diikat dengan kesatuan yang agung yakni persatuan dalam satu kepemimpinan daulah khilafah Islamiyyah.  It’s time tobe one ummah. Allahuakbar. Wallahu alam.

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version