Rabu, 01/05/2024 - 04:13 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

BISNISEKONOMI

TikTok: Populer di Kalangan Politisi, Dicurigai Sebagai Spionase

ADVERTISEMENTS

BERLIN – Saat Simon Harris (37) menunggu pelantikan menjadi perdana menteri Irlandia pada Maret, ia mencari platform untuk mengekspresikan dirinya. Apa itu? ia memilih TikTok. Ia membuat video ‘THANK YOU’ dengan tulisan berwarna kuning. 

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Laki-laki yang menjadi Taoiseach atau pemimpin Irlandia termuda itu mengatakan kepada 95 ribu followernya, dirinya tumbuh dari remaja yang berpendirian keras dan mudah marah. Ia pun membantu saudara laki-lakinya yang autis. 

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Harris yang terkadang dijuluki “TikTok Taoiseach” salah satu di antara politisi Eropa yang memanfaatkan media sosial asal Cina itu. Ia perlu menjangkau para pemilih muda menggunakan TikTok, mengalahkan pertimbangan soal kekhawatiran faktor keamanan data. 

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Kian mendekatnya pemilu Eropa pada Juni, para politisi arus utama di Eropa mewaspadai partai-partai yang berhasil menggunakan TikTok, yang populer menggunakan format video pendek. Namun bukan tanpa masalah. Di Barat, TikTok kini semakin diwaspadai. 

ADVERTISEMENTS
Berita Lainnya:
Kenapa TikTok Populer Sekaligus Diwaspadai di AS dan Eropa?

 

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Mereka khawatir data pengguna media sosial milik perusahaan berbasis di Beijing, ByteDance ini berakhir di tangan Pemerintah Cina. Lembaa-lembaga keamanan Jerman, misalnya mengingatkan data pengguna bisa diserahkan ke Cina atau digunakan untuk memengaruhi penguna. 

TikTok menyatakan peringatan soal keamanan dari sejumlah negara ini tak berdasar. Mereka menegaskan pihaknya mengumpulkan informasi tak lebih banyak diibandingkan aplikasi lainnya. TikTok berusaha meyakinkan data pengguna di Eropa aman. 

Maka tahun lalu mereka memilih sebuah tempat untuk menyimpan data pengguna Eropa di Dublin, Irlandia. Mereka juga menyewa perusahaan keamanan pihak ketiga untuk memantau lalu lintas data di TikTok. 

ByteDance menolak tuduhan bahwa TikTok digunakan untuk aktivitas mata-mata. Pemerintah Cina pun menegaskan hal serupa. 

Harris menggunakan TikTok pada Maret 2021, membuat video berdurasi sekitar 60 detik dengan dilatari musik yang memperlihatkan dia meneguk secangkir teh saat menonton pertandingan sepak bola. Presiden Prancis Emmanuel Macron lebih awal lagi yakni 2020. 

Macron kini mempunyai empat juta follower. Memanfaatkan TikTok untuk kepentingan politik menjadi tren baru di Jerman. Menkes Karl Lauterbach menjadi menteri pertama Jerman yang membuat akun TikTok pada Maret lalu. ‘’Revolusi di TikTok mulai hari ini,’’ ujarnya. 

Berita Lainnya:
Tenar dengan Lagu 'Kamu Pemain, Aku Pelatih', Avolia Biasa Bagi-Bagi THR untuk Bocil

Kanselir Olaf Scholz pada Februari juga menyarankan pejabat pemerintahannya membuat akun TikTok. Sebelumnya para menteri kabinet menggunakan akun media sosial lainnya. Misalnya, Scholz, menkeu, menteri ekonomi, dan menlu, Lauterbach punya Instagram. 

Tujuannya, tentu politis. Mereka ingin menjangkau pemilih muda di Jerman agar mau memberikan suara pada pemilu Juni nanti. Lauterbach mengaku TikTok efektif tetapi ia juga wasapada. Untuk mencegah kebocoran data, ia punya telepon lain untuk TikTok-nya. 

Tim Macron pun mengakui kegunaan TikTok dan perlunya regulasi atas media sosial ini merupakan isu lain.’’Kami tak bisa mengabaikan, mayoritas warga tidak menonton berita televisi atau membaca berita,’’ ungkap seorang penasihat Macron, Senin (8/4/2024).

Soal keamanan data…..

sumber : Reuters

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi