Momentum Penetapan Tersangka Bupati Sidoarjo Dipertanyakan

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

JAKARTA — Para mantan pegawai KPK yang tergabung dalam IM57+ Institute mengamati adanya kejanggalan atas penetapan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali sebagai tersangka oleh KPK. Gus Muhdlor terjerat kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang di BPPD Kabupaten Sidoarjo.

ADVERTISEMENTS

IM57+ Institute mengkritisi KPK yang terlalu lama mentersangkakan Gus Muhdlor. Apalagi Gus Muhdlor sempat “hilang” saat Operasi Tangkap Tangan (OTT). 

ADVERTISEMENTS

“Pertanyaannya mengapa pasca-OTT, alih-alih menetapkan bupati jadi tersangka malah penetapan dilakukan terhadap pelaku lapangan dengan level jabatan yang tidak tinggi,” kata Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha dalam keterangannya pada Selasa (16/4/2024). 

Padahal pasca-OTT, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron sudah menjelaskan bahwa uang yang dikumpulkan dalam perkara ini justru guna kepentingan pemenuhan kebutuhan Bupati Sidoarjo. Sehingga, Praswad mempertanyakan Gus Muhdlor tak ditahan sejak saat itu. 

 

ADVERTISEMENTS

“Artinya penyidik sudah memiliki bukti permulaan yang memadai sampai pimpinan KPK berani mengeluarkan statement tersebut,” ujar Praswad. 

ADVERTISEMENTS

Oleh karena itu, Praswad sebenarnya mengendus kejanggalan dari kacamata penyidikan. Penetapan tersangka ini pun dilakukan pasca-Pilpres 2024. Gus Muhdlor sempat mengkampanyekan pasangan Prabowo-Gibran. 

“Selama pilpres, pasca-OTT yang tidak menetapkan bupati sebagai tersangka, Bupati Sidoarjo gencar kampanye untuk pasangan calon yang didukung oleh Presiden,” ujar Praswad. 

ADVERTISEMENTS

Dalam kasus pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri di lingkungan BPPD Sidoarjo ini, awalnya baru ada dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Keduanya ialah Siska Wati (Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD, Sidoarjo), dan Ari Suyono (Kepala BPPD, Sidoarjo). 

ADVERTISEMENTS

Dalam konstruksi perkaranya, bahwa pada 2023, BPPD Sidoarjo memperoleh pendapatan pajak daerah sebesar Rp 1,3 triliun. Atas capaian tersebut, pegawai BPPD seharusnya berhak memperoleh insentif. Akan tetapi, insentif yang seharusnya mereka terima, secara sepihak dipotong, yang dimana disebutkan, pemotongan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Kepala BPPD Sidoarjo, namun lebih dominan diperuntukkan bagi kebutuhan Bupati. 

 

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version