Ia juga menambahkan, dalam rapat di Bandara Ngurah Rai, tidak membahas tentang agama. “Kami hanya membahas tentang tiga hal, yaitu yang pertama tentang gelar airport terburuk di dunia, yang kita minta klarifikasi kepada manajemen airport.”
“Yang nomor dua, kami meminta penjelasan dari airport tentang tuntutan desa adat berbasis Hindu kepada mitra transportasi online terkait dengan masalah transportasi. Yang nomor tiga adalah terkait dengan pengaduan masyarakat, salah satu penumpang orang Bali yang diperlakukan tidak baik oleh oknum petugas Bea Cukai.”
Ia kemudian menjelaskan bahwa dalam rapat itu tidak spesifik hanya ada satu orang dari satu agama. Rapat itu dihadiri oleh pejabat-pejabat terkait, yakni pimpinan Bandara I Gusti Ngurah Rai, kesyahbandaran, pihak desa adat atau tokoh-tokoh Hindu, pimpinan Bea Cukai, juga pimpinan dari stakeholder di Bandara Ngurah Rai. Dan peserta rapat itu, kata Arya, hadir dari semua unsur “Bhinneka Tunggal Ika”.
Sementara itu, Tim Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali, Zainal Abidin, memberikan tanggapan terkait tindak lanjut atas kasus dugaan penistaan agama yang menyeret Arya Wedakarna.
“Kami mengapresiasi kinerja Pihak Kepolisian Daerah Bali dan berharap agar perkara ini segera dituntaskan untuk langkah selanjutnya menetapkan status tersangka Arya Wedakarna dan perkara segera dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Bali,” kata Zainal dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Jumat (3/5/2024).
Dia mengatakan, kepastian hukum atas perkara ini merupakan hal penting sebagai pembelajaran atas nilai nilai toleransi dan kebhinekaan di Indonesia terutama di Pulau Bali. “Bali telah hidup sangat rukun sejak zaman kerajaan hingga saat ini sehingga jika ada oknum yang melakukan perbuatan diskriminasi dan/atau perbuatan ujaran kebencian yang mengandung SARA, maka jika ada oknum tersebut maka harus ditindak tegas agar adanya efek jera dan kepastian hukum di Indonesia,” ujarnya.
Tim hukum MUI Bali juga mendorong agar Pihak Kepolisian Daerah Bali berani untuk bersikap tegas dan menerapkan prinsip equality before the law. “Siapapun dia itu sama di mata hukum dan siapapun dia jika bersalah maka wajib untuk dihukum,” katanya.
Sumber: Republika