AMBON — Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dokter Hasto, melakukan kunjungan kerja ke Maluku. Ini dilakukan untuk Penguatan program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting (PPS).
Pada hari pertama kunjungannya, dr. Hasto menyampaikan sambutan pembukaan pada Kegiatan Rapat Tim Percepatan Penurunan Stunting bersama Mitra Kerja dan Stakeholder, bertempat di Aula Kantor Bupati Maluku Tenggara, Senin (27/05/2024).
Dokter Hasto menyampaikan lima pilar dalam strategi nasional PPS. Yakni, peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan pemerintah desa; Peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat.
Termasuk juga peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan sensitif di kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan pemerintah desa; Peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada individu, keluarga dan masyarakat; dan penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset dan inovasi.
“Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) serta Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Maluku Tenggara mengalami trend positif dari waktu ke waktu,” kata dokter Hasto.
Berdasarkan laporan kinerja instansi pemerintah tahun 2023, tercatat angka persentase pemakaian kontrasepsi di provinsi tersebut tercatat 74,20% dari 72,19% pada 2022. Sedangkan persentase efektif sebesar 19,7% dibandingkan 19,36% pada 2022.
Pada acara tersebut hadir Plt. Bupati Maluku Tenggara, Drs. Jasmono, M.Si, yang menyampaikan bahwa stunting di Kabupaten Maluku Tenggara menunjukkan progres cukup positif. Berdasarkan data elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM), angkanya menunjukkan penurunan cukup positif.
Paling tidak penurunan stunting bisa mencapai apa yang sudah ditetapkan secara nasional yaitu 14% tahun 2024. “Selain itu, pemerintah daerah juga sudah melakukan kombinasi, melakukan pendataan, penimbangan serta intervensi bagi seluru ibu hamil , bayi di bawah lima tahun dan calon pengantin yang akan mulai dilaksanakan Juni 2024,” ucap Jasmono.
Diakui Jasmono bahwa Sumber Daya Alam (SDA) di wilayah tersebut sangat melimpah. “Kita memiliki ikan yang sangat melimpah, tetapi harus kita manfaatkan secara optimal untuk mempercepat angka penurunan stunting di Kabupaten Maluku Tenggara. Gizi ikan sangat besar.
“Ini harus kita sosialisasikan pada masyarakat kita jangan sampai di setiap daerah kita lebih suka mengonsumsi mie daripada ikan. Bahkan ada yang menjual ikan, kemudian hasilnya dipakai untuk membeli dan mengonsumsi mie,” tambahnya.
Dalam upaya penurunan stunting, pemerintah daerah di sana juga telah meluncurkan sebuah inovasi yang dikenal dengan sebutan “Jekopabesting” (Jemput, Konseling, Pasang, Bebas Aman Stunting). Inovasi ini mendapatkan apresiasi dan penghargaan dari pemerintah Provinsi Maluku sebagai inovasi terbaik kedua pada ajang Maluku pada tahun 2024.
Berdasarkan surat edaran bupati, pemerintah daerah juga telah menetapkan kebijakan penanggulangan stunting melalui inovasi rumah singgah. “Ini merupakan inovasi daerah yang kemudian dikembangkan oleh kita sebagai implementasi PPS di Kabupaten Maluku Tenggara,” katanya.
Rumah singgah ini menjadi sarana dalam melaksanakan enam kegiatan pokok, yaitu pemberian makanan tambahan bagi balita gizi kurang, pemberian makanan tinggi protein bagi balita stunting, stimulasi tumbah kembang anak, pengukuran antropometri secara bertahap bagi balita dan ibu hamil, pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi, dan pendampingan minuman tablet tambah darah bagi ibu hamil.
Melalui intervensi ini diharapkan target percepatan penurunan stunting dapat dicapai. “Program ini kita luncurkan untuk dapat menjangkau daerah daerah yang selama ini memiliki angka stunting cukup tinggi,” tambah Jasmono.
Dokter Hasto pun menanggapi prestasi yang telah diraih Kabupaten Maluku Tenggara. “Pak Bupati ini luar biasa dengan inovasinya. Terbukti juga bisa menurunkan angka perkawinan usia muda. Bahkan paling rendah seprovinsi,” papar dokter Hasto, dengan menambahkan pada umumnya jumlah perkawinan yang paling rendah terjadi di wilayah kota.