UPDATE

IN-DEPTH
IN-DEPTH

Kontroversi Ijazah Jokowi: Antara Tuduhan, Fakta, dan Klarifikasi Resmi

ISU mengenai keaslian ijazah Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menjadi salah satu kontroversi politik paling mencolok dalam lanskap demokrasi Indonesia selama satu dekade terakhir.

Tuduhan yang menyebutkan bahwa ijazah Jokowi — baik dari SMA maupun Universitas Gadjah Mada (UGM) — adalah palsu, telah bergulir sejak awal masa jabatannya dan kembali mencuat menjelang akhir periode kekuasaannya.

Sebagai kepala negara, Jokowi telah berkali-kali membantah tuduhan tersebut, bahkan menyatakan bahwa isu itu merupakan fitnah politik yang keji. Namun, di sisi lain, sekelompok masyarakat dan individu seperti Bambang Tri Mulyono, penggugat dalam kasus hukum terkait keabsahan ijazah tersebut, tetap bersikukuh bahwa ada kejanggalan administratif dan historis.

Lalu, sejauh mana kebenaran dari tuduhan ini? Apa saja hasil penelusuran media dan pengadilan? Dan bagaimana sikap institusi seperti UGM dan Mahkamah Konstitusi terhadap isu yang mengusik kredibilitas pemimpin negara ini? Artikel ini mencoba mengupasnya secara komprehensif dan netral.

Asal Muasal Tuduhan

Isu ijazah palsu Jokowi pertama kali mengemuka di ruang publik melalui media sosial, blog pribadi, dan kanal YouTube yang dikelola oleh kelompok-kelompok yang kritis terhadap pemerintah. Namun, nama Bambang Tri Mulyono menjadi tokoh sentral dalam membesarkan isu ini. Bambang, yang menulis buku berjudul “Jokowi Undercover”, secara terang-terangan menyebut bahwa Jokowi menggunakan ijazah palsu dan bahkan meragukan identitas aslinya sebagai WNI.

Dalam bukunya, ia menyatakan bahwa ada ketidaksesuaian antara data resmi Jokowi dengan catatan sipil dan dokumen pendidikan. Ia juga menyebut bahwa tidak ada catatan Jokowi sebagai siswa di SMA 6 Solo dan mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM. Klaim ini ia dasarkan pada wawancara dengan pihak-pihak yang mengaku tidak mengenal Jokowi saat itu.

Respon Hukum dan Gugatan di Pengadilan

Isu ini kemudian memasuki ranah hukum ketika Bambang Tri mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Oktober 2022. Dalam gugatan itu, ia meminta pengadilan menyatakan bahwa ijazah SD, SMP, SMA, dan Sarjana Jokowi tidak sah secara hukum. Ia juga meminta pengadilan membatalkan status Jokowi sebagai Presiden karena diduga melanggar Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 tentang status kewarganegaraan.

Namun, dalam putusan sela pada 15 November 2022, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan menolak seluruh gugatan Bambang Tri. Hakim menyebut bahwa gugatan tersebut tidak berdasar dan tidak memiliki bukti hukum yang kuat. Bahkan, pengadilan menyebut bahwa bukti-bukti yang diajukan Bambang berupa testimoni anonim dan dokumen digital tidak bisa dijadikan dasar hukum.

Tak hanya itu, Bambang Tri kemudian ditangkap dan diproses hukum atas tuduhan penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian. Ia divonis penjara oleh pengadilan dan hingga kini tidak lagi menjadi sumber utama dalam isu tersebut.

Berita Lainnya:
PSI Bongkar! Jokowi Ternyata Tak Pernah Dihargai PDIP Selama Jadi Presiden

Klarifikasi dari UGM

Salah satu lembaga yang secara langsung menjadi sasaran tuduhan adalah Universitas Gadjah Mada (UGM). Pasalnya, Jokowi merupakan lulusan Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1980 dan dinyatakan lulus pada 1985. Dalam berbagai kesempatan, UGM menegaskan keaslian ijazah Jokowi.

Dalam pernyataan resminya pada 14 Oktober 2022, Rektor UGM Ova Emilia menyatakan bahwa:

“Kami telah melakukan verifikasi atas nama Ir. H. Joko Widodo, NIM 1501/KTS/1980, lulusan Fakultas Kehutanan UGM tahun 1985. Data akademik lengkap dan ijazah yang bersangkutan asli serta sesuai dengan arsip kami.”

UGM juga menampilkan bukti foto buku tahunan, catatan bimbingan skripsi Jokowi yang ditulis oleh Prof. Sudarsono Soedomo (alm), serta transkrip nilai. Bahkan beberapa dosen senior mengaku masih mengingat Jokowi sebagai mahasiswa pendiam yang tekun dan jarang tampil mencolok.

Investigasi Tempo: “Isu yang Tidak Berdasar”

Majalah Tempo, dalam edisi investigasi berjudul Sengkarut Ijazah Presiden yang terbit pada akhir 2022, menurunkan laporan mendalam mengenai isu ini. Tempo mewawancarai puluhan narasumber, mulai dari guru SMA 6 Solo, dosen UGM, teman sekelas, hingga pegawai arsip nasional.

Hasil investigasi mereka menyimpulkan bahwa:

  1. Nama Joko Widodo tercatat di arsip resmi SMA 6 Surakarta.
  2. Ijazah SMA Jokowi sesuai dengan format dan tanda tangan kepala sekolah tahun 1980-an.
  3. Nama Jokowi terdaftar dalam buku alumni UGM, dan ia mengikuti semua mata kuliah wajib di Fakultas Kehutanan.
  4. Foto Jokowi terdapat di buku tahunan kampus dan fakultas.

Tempo menyimpulkan bahwa isu ijazah palsu tersebut tidak memiliki dasar faktual yang kuat dan cenderung bersifat politis. Isu ini dinilai dimunculkan menjelang Pemilu untuk menciptakan delegitimasi.

Dimensi Politik: Siapa yang Diuntungkan?

Para analis politik seperti Burhanuddin Muhtadi dan Saiful Mujani menyebut bahwa isu ijazah palsu adalah bagian dari strategi disinformasi politik yang kerap muncul dalam sistem demokrasi terbuka. Dalam opini yang dimuat di Jurnal Politik Indonesia, disebutkan bahwa:

“Strategi ini digunakan untuk memancing keraguan publik terhadap figur yang memiliki elektabilitas tinggi, terlebih jika tidak ditemukan celah hukum lainnya.”

Mereka juga menyebut bahwa isu-isu seperti ini lebih mudah menyebar karena masyarakat digital sering kali hanya membaca judul dan tidak memverifikasi kebenarannya.

Beberapa analis juga menilai bahwa isu ini diangkat kembali menjelang Pilpres 2024, sebagai cara untuk menyerang kredibilitas Jokowi yang dianggap “cawe-cawe” dalam pemilihan.

Aspek Hukum Kewarganegaraan

Selain tuduhan ijazah palsu, isu yang berkembang adalah bahwa Jokowi bukan warga negara Indonesia asli, melainkan diduga keturunan asing yang ‘disusupkan’ ke dalam sistem politik. Tuduhan ini sama sekali tidak pernah dibuktikan dalam proses hukum. Bahkan Mahkamah Konstitusi dalam salah satu putusannya menyatakan bahwa:

Berita Lainnya:
Ketua Harian DPP PSI Ungkit Sosok Jokowi Tukang Kayu, tapi Bisa jadi Presiden

“Tidak ditemukan alasan hukum untuk mempertanyakan status kewarganegaraan Presiden Joko Widodo. Ia dilahirkan di Surakarta dan tercatat sebagai WNI sejak lahir.”

Sumber-sumber resmi seperti Kementerian Dalam Negeri, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta juga menyatakan data Jokowi sesuai dan tidak ada kejanggalan.

Siapa Saja yang Masih Percaya Isu Ini?

Meskipun sudah berkali-kali dibantah, beberapa kelompok masyarakat tetap mempercayai isu ini. Hal ini menunjukkan adanya krisis kepercayaan publik yang lebih luas. Menurut survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) tahun 2023, sekitar 18% responden percaya atau cenderung percaya bahwa ijazah Jokowi bermasalah.

Angka ini menunjukkan bahwa disinformasi yang masif tetap bisa menciptakan persepsi, walau tidak didukung bukti kuat.

Analisis Akademik: Politik Identitas dan Disinformasi

Dalam jurnal Asian Politics & Policy (2023), peneliti bidang komunikasi politik, Prof. Sheila Bayuni, menyebut bahwa kasus ijazah Jokowi merupakan contoh nyata political identity attacks yang bertujuan untuk meruntuhkan legitimasi simbolik pemimpin.

“Alih-alih menyerang kebijakan, lawan politik memilih menyerang identitas personal: agama, asal-usul, dan ijazah.”

Ia menambahkan bahwa ini adalah gejala umum di negara-negara demokrasi muda, termasuk Indonesia, di mana trust publik rendah dan literasi digital belum kuat.

Apakah Isu Ini Akan Selesai?

Kasus ijazah Jokowi kemungkinan besar tidak akan selesai secara sosial-politik, meskipun telah selesai secara hukum dan administratif. Di era post-truth, kebenaran tidak selalu dibentuk oleh fakta, tetapi oleh persepsi yang berulang dan bias informasi.

Namun dalam demokrasi, penting untuk menegakkan prinsip presumption of innocence: seseorang tidak bersalah sampai terbukti secara hukum. Hingga kini, tidak ada satu pun institusi resmi — pengadilan, kampus, atau lembaga negara — yang menyatakan ijazah Jokowi palsu.

Maka, penyebaran isu ini tanpa data dan sumber valid justru mencederai demokrasi, melemahkan diskursus publik, dan membuka ruang manipulasi politik oleh kelompok-kelompok oportunistik.

Referensi:

  • Tempo. (2022). Sengkarut Ijazah Presiden.
  • Tempo.co. (2022). “UGM: Ijazah Jokowi Asli dan Valid.”
  • Putusan PN Jakarta Pusat, Perkara No. 592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst
  • Kompas. (2022). “Rektor UGM Tegaskan Ijazah Jokowi Asli.”
  • SMRC Survey Report. (2023). Trust dan Disinformasi Politik.
  • Asian Politics & Policy. (2023). “Political Identity Attacks in Post-Truth Democracy.”
  • Jurnal Politik Indonesia. (2022). “Disinformasi dan Strategi Elektoral.”
  • Mahkamah Konstitusi RI. (2020). Putusan MK tentang Status WNI Presiden RI.