JAKARTA – Ribuan tenaga honorer yang tergabung dalam Aliansi Honorer Non-Database BKN Gagal CPNS Indonesia menggelar Aksi Damai Jilid II Nasional di depan Istana Negara, Selasa (18/11/2025).
Para honorer menuntut pemerintah memberi kepastian status, perlindungan kerja, serta menghapus diskriminasi yang selama ini dirasakan oleh tenaga honorer non-database.
Aksi besar ini kembali menegaskan kegelisahan kelompok honorer yang tidak tercatat dalam database. BKN–kelompok yang selama ini luput dari perhatian negara meski telah mengabdi bertahun-tahun.
Ketua Umum Aliansi, Abdullah Sa’banah, menegaskan bahwa diskriminasi paling mencolok terjadi saat seleksi CASN/PPPK 2024. Sistem digital SSCASN hanya membuka akses bagi tenaga honorer yang terdaftar dalam database BKN, sementara ribuan honorer yang telah bekerja 2 hingga 20 tahun lebih tidak dapat mengikuti seleksi.
“Beban kerja kami sama, pengabdian kami sama, bahkan ada yang mengabdi lebih dari satu dekade. Namun karena nama kami tidak ada di database, akses seleksi langsung tertutup. Ini bentuk ketidakadilan yang nyata,” tegas Abdullah.
Menurut aliansi, banyak honorer non-database gagal lolos verifikasi bukan karena tidak memenuhi syarat, tetapi karena minimnya sosialisasi, keterlambatan informasi dari instansi daerah, serta kebijakan digital yang “mengunci” kolom pendaftaran.
Dampaknya fatal. Mereka kehilangan kesempatan mengikuti seleksi PPPK Tahap II—sebuah jalur yang seharusnya menjadi kesempatan terakhir bagi honorer lama untuk memperoleh status kerja yang jelas.
Ketua Korlapnas, Ariz Gunanza, mengungkapkan dampak lanjutan yang lebih mengkhawatirkan. Banyak honorer non-database yang diberhentikan secara bertahap atau dipindahkan menjadi tenaga outsourcing tanpa perlindungan kerja yang memadai.
“BKN bilang tidak ada PHK massal. Faktanya, honorer non-database justru paling rentan—mereka dialihkan ke outsourcing dengan gaji lebih kecil karena dipotong fee pihak ketiga,” ujar Ariz.
Aliansi menyebutkan pola ini membuat kesejahteraan pekerja makin menurun dan memperlebar kesenjangan antara honorer database dan non-database. Bahkan, kebijakan ini dinilai memicu keresahan sosial di lingkungan birokrasi daerah.
Massa mendesak pemerintah menyusun kebijakan afirmatif yang memberi kesempatan setara bagi seluruh honorer non-database, terutama yang telah mengabdi minimal dua tahun.
“Prinsip keadilan dan non-diskriminasi harus ditegakkan sesuai amanat UU ASN. Honorer non-database berhak masuk skema PPPK Paruh Waktu,” seru Ariz.
Aksi berlangsung tertib dan damai. Para peserta berharap Presiden dan kementerian terkait segera merespons tuntutan mereka agar keresahan tenaga honorer tidak semakin meluas dan stabilitas pelayanan publik tetap terjaga.[]
































































































