BANDA ACEH – Macan dahan menjadi satwa ikonik tapi jumlahnya berada di ujung tanduk akibat masifnya kerusakan lingkungan. Macan dahan (Neofelis nebulosa) adalah jenis kucing liar yang habitatnya tersebar di dataran tinggi Himalaya hingga Asia Tenggara dan Tiongkok bagian selatan, termasuk di Indonesia.
Spesies ini memiliki perbedaan secara genetika pada setiap wilayah. Ada dua jenis macan dahan, yakni macan dahan yang tersebar di daratan utama Asia (Neofelis nebulosa) dan Pulau Sunda Besar (Neofelis diardi).
Satwa ini merupakan kerabat dekat harimau, singa, macan tutul bahkan kucing domestik. Meski berada dalam keluarga Falidae, macan dahan memiliki keunikan taring yang panjang dan tajam dan banyak menghabiskan waktu di pohon.
Namun, di balik keunikannya itu, macan dahan justru menghadapi ancaman serius. Perburuan, perdagangan ilegal, hingga hilangnya habitat membuat populasinya di alam kian menyusut. Yuk, kenal lebih jauh tentang macan dahan!
1. Ciri khas macan dahan
Dalam keluarga kucing (Falidae), ukuran macan dahan terbilang sedang dengan tubuh dan ekor yang panjang. Bobotnya sekitar 23 kg untuk jantan, sedangkan betina sekitar 11-21 kg. Selain itu, mereka juga memiliki gigi taring yang berukuran dua inci.
Kulit tubuhnya cenderung berwarna cokelat dengan bercak gelap berbentuk awan yang khas. Pola khas ini memberikan kemudahan bagi mereka untuk berkamuflase di habitatnya. Di Indonesia. macan dahan Sunda (N. diardi) memiliki perbedaan corak dengan macan dahan dataran Asia. N. diardi memiliki perbedaan corak yang lebih gelap.
Satwa ini memiliki keahlian memanjat pohon yang handal. Cakarnya yang besar dan ekornya yang tebal membantu mereka dengan mudah menggenggam dahan, serta menjaga keseimbangan saat bermanuver antar pohon. Selaras dengan namanya, Sunda Clouded Leopard, terkenal dengan perilaku arboreal, termasuk bergelantungan di dahan pohon menggunakan cakar dan ekornya yang panjang untuk keseimbangan.
2. Dua jenis macan dahan di Indonesia
Ada dua jenis macan dahan di Indonesia, yakni Macan Dahan Borneo dan Macan Dahan Sumatera. Kedua jenis macan dahan ini memiliki ciri-ciri fisik yang sama. Macan dahan Sumatera (Neofalis diardi sumtraensis) hidup di Pulau Sumatera dan Kepulauan Batu. Mereka mempunyai sifat arboreal, yakni lebih sering berada di atas pohon dan jarang turun ke tanah. Hal ini disebabkan adanya ancaman dari harimau Sumatera yang mendominasi wilayah daratan.
Berbeda dengan kerabatnya di Sumatera, macan dahan Kalimantan (Neofalis diardi borneensis) hidup tanpa adanya ancaman dari kucing besar lain sebagai kompetitor. Oleh karena itu, mereka sering turun ke tanah dan menjadi predator puncak di habitatnya. Kehadiran mereka penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem di hutan Kalimantan.
3. Satwa prioritas konservasi di Indonesia
Kerusakan habitat dan perburuan liar menjadikan macan dahan menjadi satwa prioritas konservasi di Indonesia. Di Baturaja, Sumatera Selatan, misalnya ada macan dahan masuk ke pemukiman warga. Dugaannya, mereka kehilangan sumber makanan dan kerusakan habitat akibat perubahan cuaca.
Suaka Margasatwa (SM) Gunung Raya dan sekitaran Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) menjadi salah satu habitat macan dahan. Pada 1986, luas SM Gunung Raya mencapai 78.250 hektar dan menyusut menjadi 44.996,11 hektar pada 2014.
Sementara itu, survei yang dilakukan di hutan Pulau Sumatera, yang merupakan habitat bagi macan dahan, statusnya rentan (Vulnerable/VU). Para peneliti, Hadir dan Kolega, melakukan survei intensif pada tahun 2021 untuk mengetahui jumlah macan dahan di Pulau Sumatera dengan memasang banyak kamera jebak di empat area berbeda dengan total 28.404 malam.
Dari 114 foto yang diperoleh, peneliti berhasil mengidentifikasi 18 macan dahan berbeda. Melalui metode analisis khusus, peneliti memperkirakan di area penelitian tersebut ada sekitar 0,8 hingga 2,4 macan dahan per 100 kilometer persegi.
Dari hasil penelitian tersebut, para penelitin meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia untuk menetapkan satwa ini sebagai prioritas sehingga ada perhatian konservasi yang lebih besar dan tindakan pengelolaan yang terarah.
4. Cara komunikasi yang unik
Tak seperti keluarga kucing lainnya, keunikan macan dahan tak bisa mengaum dan mendengkur. Ini karena ia tidak memiliki tulang hyoid yang sepenuhnya mengeras. Mereka berkomunikasi dengan geraman, desisan dan endusan.
Tak hanya itu, mereka memiliki teknik meninggalkan bau atau membungkus ekor, yaitu melingkarkan ekor pada batang pohon vertikal. Para peneliti membagi perilaku komunikasi macan dahan ke dalam beberapa kelompok, yaitu penandaan aroma, menggosok tubuh, bersuara, dan menyelidiki. Penciuman, gesekan, dan gesekan pipi merupakan perilaku komunikasi yang paling sering tercatat.
Selain itu, penelitian yang dilakukan di Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat, juga menemukan informasi bahwa pejantan yang sama atau berbeda, sering berulang mengecek area yang mereka tandai mendapat respons dari individu lain yang melewati wilayah itu.
5. Habitatnya kian terancam PSN
Studi terbaru yang rilis di Science of the Total Environment menyoroti serangkaian proyek infrastruktur yang mengancam habitat macan dahan di Kalimantan dan Sumatera. Sebagai predator puncak, macan dahan memerlukan wilayah jelajah yang luas. Pembukaan hutan untuk pertambangan dan perkebunan mengancam terfragmentasi habitat mereka.
Penelitian Kaszta bersama para peneliti dariAustralia, Kanada, Indonesia, Inggris, dan Amerika Serikat meneliti dengan menggunakan model kesesuaian habitat dan data sebaran macan dahan yang dikaitkan dengan rencana pengembangan proyek infrastruktur. Di Kalimantan, ada 28 habitat inti macan dahan terancam pembangunan infrastruktur. Kawasan ini terhubung dengan serangkaian koridor hutan, meski menurut data, beberapa wilayah telah putus.
Misalnya, pembangunan IKN, yang menyebabkan penurunan konektivitas hutan yang ada di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Begitu juga encana pembangunan jalan tol Pan-Borneo yang menghubungkan Malaysia, Brunei, dan Indonesia akan menimbulkan dampak bagi konektivitas kawasan lindung.
Sementara itu, di Pulau Sumatera, sebagian wilayah proyek Tol Trans-Sumatera yang telah beroperasi juga berdampak pada konektivitas kawasan hutan. Proyek dengan panjang 2.700 kilometer di sepanjang Pulau Sumatera iniakan menjadi ancaman saat koridor bagi pergerakan macan dahan yang semakin menyempit. [source:mongabay.co.id]































































































