Jumat, 17/05/2024 - 13:55 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

IN-DEPTH

Model Pembelahan Sosial di Era Digital dan Islamophobia

Mencari tahu akar sosiologis Islamofobia

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

Penulis:DR Syahganda Nainggolan, Pendiri Sabang Merauke Center.

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan


Dalam dimensi sosiologis, masyarakat Indonesia disebutkan antropolog Amerika Clifford Gerz mempunyai ketebelahan sebagai berikut, pertama masyarakat dengan kultur santri, kedua, dengan kultur abangan dan ketiga kultur priyayi. Santri merujuk pada ketaatan teradap agama Islam. Abangan merujuk pada kultur animism. Sedangkan priyayi merujuk pada aspek Hindu, yang eksis di Kraton.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat & Sukses ada Pelantikan Direktur PT PEMA dan Kepala BPKS


Dhuroruddin Mashad,  dalam buku “Politik Kaum Santri dan Abangan”, 2021, menggunakan pembelahan ala Clifford Gerz sebagai awal kajian. Selanjutnya , dia memperinci pengelompokan yang lebih terbelah antara santri perkotaan dan pedesaan. Pembelahan merujuka komitmen pada Islam, terjadi versus antara santri dan abangan.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hardiknas dari Bank Aceh Syariah


Pada pembelahan merujuk agama ini, Mashad memasukkan kaum priyayi pada kelompok abangan juga, namun, memberi catatan bahwa, secara kultural, priyayi yang mengalami pendidikan barat, sehingga keterlibatan mereka pada moral elit  terjadi. Priyayi dalam ruang publik menjaga etika sosial, sebaliknya kaum abangan kelas bawah, merupakan masyarakat yang terbuka pada praktik anti agama, seperti sabung ayam, pelacuran, dukun, dll. Sehingga dalam kelompok abangan, Mashad membagi abangan dalam abangan sekuleris (kaum priyayi) dan abangan marginalis.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh


Keempat sub kultur pembentuk identitas masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa, telah membawa para ahli meyakini bahwa pembentukan partai politik diantara mereka sesuai mewakili aspirasi sub-kultur mereka tersebut, di awal kemerdekaan, seperti santri modernis membentuk Masyumi, santri tradisionalis membentuk partai NU, abangan sekuleris membentuk PNI (Partai Nasional Indonesia) dan abangan marginalis membentuk PKI (Partai Komunis Indonesia).

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action


Namun, tantangan demi tantangan perjalanan bangsa menunjukkan pembelahan tersebut bersifat dinamis, misalnya, adakalanya kerjasama dan konflik yang dalam terjadi tidak mengikuti kemungkinan logik yang seharusnya. Misalnya, Ketika awal kemerdekaan kelompok santri, baik tradisional maupun modern, keduanya sepakat Islam dijadikan ideologi negara. Namun, hal itu tidak pernah terjadi lagi setelahnya. Meskipun, semua kelompok santri percaya bahwa dalam Islam tiak dapat dipisahkan antara agama dan politik.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA


Sebaliknya juga terjadi dikalangan abangan, ketika awal kemerdekaan, berkali-kali diperlihatkan konflik antara kelompok Komunis dengan Nasionalis.

ADVERTISEMENTS


Pembelahan ala Gerzt ini, sering pula tidak diterima oleh berbagai ahli. Harsja Bachtiar, mengutip kutipan Dhurorudin Mashad, mengatakan bahwa priyayi tidak identic dengan abangan Menurutnya, priyayi mempunyai multi spektrum dalam dirinya seperti melakukan shalat, puasa namun juga memprakteikkan ajaran mistis ataupun rasionalitas barat.

ADVERTISEMENTS


Irfan Afifi, dalam “Saya, Jawa dan Islam” (2019), menemukan fakta bahwa Islam justru merupakan sumber ikatan budaya bagi orang Jawa. Menguti Nancy Florida, penulis sejarah kolonial dan penerusnya, justru memompakan sejarah palsu sebagai pengingkaran atas berpadunya Islam dan Jawa dalan sejarah kita.


Pengingkaran sejarah ini juga ditunjukkan oleh Mansyur Suryanegra (2019) misalnya, penulis sejarah kolonial menggambarkan kehancuran Kerajaan Hindu Majapahit akibat serangan Raja Islam Demak. Padahal sejatinya peperangan antara sesama kerajaan Hindu yang menghancurkan Majapahit. Menurtnya, itu adalah taktik colonial untuk menanamkan kebencian orang Jawa yang bernuansa Hindu kepad orang-orang Islam.


 

 

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi