Anggaran itu akan digunakan untuk vaksin, obat-obatan, disinfektan, penggantian ternak mati, dan operasional pendukung lainnya. Dalam upaya menangani penyakit itu, Kementerian Pertanian juga mengambil langkah kebijakan impor vaksin bivalen dari Prancis sebanyak 3 juta dosis yang akan disalurkan secara bertahap.
Yeka mengaku ironis bila kondisi darurat ini justru dibumbui dengan kepentingan-kepentingan yang tidak patut. Ia pun mempertanyakan alasan pemerintah yang mengimpor vaksin dari Prancis.
“Ombudsman mendesak keterbukaan dalam proses ini. Mengapa kita harus mengimpor vaksin dari Prancis? Mengapa harus bivalen?” kata Yeka.
Ombudsman menduga ada kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum oleh pejabat otoritas veteriner, kepala daerah, dan menteri pertanian dalam mengendalikan serta menanggulangi penyakit hewan, sehingga meningkatkan angka penyebaran penyakit mulut dan kuku di Indonesia. “Pemerintah mempunyai kewajiban hukum dalam melindungi hewan ternak. Lambannya pemerintah dalam penanggulangan dan pengendalian PMK sama artinya dengan pengabaian kewajiban hukum dalam melindungi hewan ternak,” pungkas Yeka.
Sumber: Republika