Fatimah menjawab, “Pertama, Dia mengatakan kepada saya bahwa dia akan bertemu Tuhannya setelah beberapa saat dan saya menangis. Kemudian dia berkata kepadaku: ‘Jangan menangis karena kamu akan menjadi orang pertama di rumahku yang bergabung denganku.’ Jadi aku tertawa.”
Fatimah ra pun tidak bisa berduka lama atas kematian ayahnya, karena dia tau dirinya akan segera mengikutinya. Bahkan, memikirkan kematiannya sendiri membuatnya tertawa karena itu berarti dia bisa segera berada di dekat Rasulullah SAW lagi.
“Ini adalah tanda kenyamanan luar biasa yang dia rasakan dari kehadiran ayahnya, dan seorang ayah yang tahu persis apa yang harus dikatakan untuk menghibur putrinya. Ini adalah contoh luar biasa dari hubungan ayah-anak,” tulis Corbin.
Sebuah pemikiran yang bodoh jika menganggap hubungan yang dimiliki Rasulullah SAW dan Fatimah adalah hal yang di luar jangkauan manusia. Anak perempuan dapat belajar dari kesetiaan dan rasa hormat Fatimah yang kuat kepada ayahnya, sementara para ayah dapat belajar dari martabat dan rasa hormat yang ditunjukkan Nabi kepada Fatimah.
“Hubungan ayah-anak adalah salah satu kelembutan, rasa hormat, martabat, dan kenyamanan, dan hubungan Nabi dan Fatimah adalah standar emas,” lanjutnya.
Sumber:
Sumber: Republika