Kamis, 16/05/2024 - 01:53 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Tolak Revisi UU PPP, Aspek Indonesia: Ini Akal-akalan Pemerintah dan DPR!

BANDA ACEH -Pengesahan atas Revisi Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) oleh DPR RI dalam sidang paripurna pada 24 Mei lalu mengundang banyak penolakan. Salah satunya dari Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia).  

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

Aspek Indonesia menilai UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tersebut, membuktikan bahwa Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hanya mementingkan kelompok pemodal dengan memaksakan perubahan regulasi secepat kilat, demi meloloskan Omnibus Law, Undang Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan

Untuk itu, bersama Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan berbagai elemen masyarakat lainnya, Aspek Indonesia akan melayangkan gugatan uji formil dan materil atau Judicial Review atas UU Nomor 13 Tahun 2022 (UU PPP) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat & Sukses ada Pelantikan Direktur PT PEMA dan Kepala BPKS

Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat menegaskan, revisi UU PPP dipaksakan oleh Pemerintah dan DPR. Karena Pemerintah dan DPR telah terbukti sembrono dalam menyusun dan membahas Omnibus Law UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Revisi UU PPP adalah cara Pemerintah dan DPR untuk mencuci tangan dari produk Undang Undang yang inkonstitusional.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hardiknas dari Bank Aceh Syariah
Berita Lainnya:
Penampakan Mayat Bayi Terbungkus Paper Bag di Denpasar, Ada Uang Rp 1 Juta dan Surat

Apalagi kemudian Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 menyatakan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bersifat inkonstitusionalitas bersyarat.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Menurut MK, Undang Undang Cipta Kerja tidak sesuai dengan metode dan sistematika pembentukan Undang Undang serta bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana yang diatur dalam UU PPP yang berlaku saat itu.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

Sehingga Undang Undang Cipta Kerja dinyatakan cacat formil dan perlu diperbaiki dalam jangka waktu paling lama dua tahun.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

“Namun, Pemerintah dan DPR bukannya memperbaiki cacat formilnya UU Cipta Kerja, malah melakukan Revisi atas UU PPP, agar bisa melegitimasi UU Cipta Kerja. Ini akal-akalan Pemerintah dan DPR!” tegas Mirah Sumirat.

ADVERTISEMENTS

Terkait dengan UU Cipta Kerja, Mirah Sumirat menyampaikan bahwa Aspek Indonesia tetap berada dalam satu barisan bersama Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia dan berbagai elemen masyarakat lainnya yang tetap menolak pemberlakuan UU Cipta Kerja.

ADVERTISEMENTS

Menurut Mirah, UU Cipta Kerja yang sudah dinyatakan inkonstitusional karena cacat formil, tidak layak untuk dipertahankan apalagi diberlakukan. UU Cipta Kerja adalah produk hukum paling memalukan dalam sejarah bangsa Indonesia, tegasnya.

Berita Lainnya:
Masih Yakin Bisa Kembali Lolos ke Parlemen, Elite PPP Kerja Keras Hadirkan Alat Bukti ke MK

Sebab, UU tersebut membuktikan Pemerintah dan DPR sesungguhnya hanya bekerja untuk kepentingan pemodal dan tidak peduli pada nasib pekerja di Indonesia. UU Cipta Kerja telah menghilangkan jaminan kepastian pekerjaan, jaminan upah layak, dan jaminan sosial.

Aspek Indonesia pun menilai Pemerintah dan DPR belum bersungguh-sungguh dalam melaksanakan amanat UUD 1945, Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

“Berdasarkan Pasal 27 ayat (2) tersebut, setidaknya terdapat dua kewajiban Negara yang harus dipenuhi oleh Pemerintah, yaitu memberikan pekerjaan dan memberikan penghidupan, yang keduanya harus layak bagi kemanusiaan,” pungkas Mirah Sumirat. 

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi