Komaruddin: “Semua itu ada foto-fotonya, juga ada video. Sudah kami serahkan semua saat kami melapor ke Bareskrim Polri.”
Dari situlah kemudian Komaruddin berkesimpulan, Yosua dibunuh oleh lebih dari satu orang.
Komaruddin: “Karena, bentuk lukanya aneka macam. Juga, HP anak klien kami dikuasai pembunuh. Otomatis, ada penyiksaan, agar anak klien kami memberitahukan password HP yang terkunci.”
Komaruddin melapor ke Bareskrim Polri pada Senin,18 Juli 2922. Laporan polisi teregistrasi di Nomor : STTL/251/VII/2022/Bareskrim.
Dalam laporan tercatat, pelapor adalah Kamaruddin Simanjuntak selaku koordinator kuasa hukum keluarga Brigadir J, dengan terlapor ‘masih dalam penyelidikan’.
Justru, Komaruddin tidak melaporkan Bharada E, yang disebut Polri sebagai pelaku tembak-menembak dengan Yosua. Terlapornya ditulis: “Masih dalam penyelidikan”.
Mengapa? “Karena kami tidak yakin Bharada E pelakunya. Bahkan, apakah Bharada E itu ada? Belum pernah ditunjukkan polisi,” jawab Komaruddin.
Mengapa tidak yakin bahwa pelaku Bharada E? “Ya, kami tidak yakin. Pelakunya bukan satu orang. Lebih dari satu,” jawabnya.
Laporan yang diterima Bareskrim adalah soal pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP atau pembunuhan sesuai Pasal 338 KUHP dan penganiayaan berat yang menyebabkan matinya Brigadir J sesuai Pasal 351 KUHP.
Komaruddin juga melaporkan HP Yosua yang hilang. “Di HP itu ada empat nomor,” ujar Komaruddin. “Juga, soal peretasan HP klien kami sekeluarga.”
Tapi, polisi belum melayani laporan yang ini. Karena pelapor tidak bisa memberikan bukti peretasan HP milik Samuel Hutabarat sekeluarga. Bagaimana cara membuktikan itu?
Sedangkan HP Yosua masih dicari oleh penyidik.
Komaruddin menyampaikan fakta dan dugaan. Fakta, berupa pembicaraan telepon antara Yosua dengan ortu-nya pada Jumat, 8 Juli 2022 pukul 10.00 ke bawah.
Tapi, secara hukum, ini juga sulit dibuktikan. Karena, Komaruddin menyatakan, HP sekeluarga Yosua diretas sejak Jumat, 8 Juli 2022 sampai sekitar sepekan kemudian. Yang, ini juga sulit dibuktikan.
Fakta, foto-foto dan rekaman video tentang kondisi jenazah Yosua. Karenanya, pihak keluarga menuntut autopsi ulang terhadap jenazah Yosua.
Dugaan, pembunuhan berencana terhadap Yosua, dilakukan oleh lebih dari satu orang. Dan, penganiayaan.
Jika kasus ini melebar ke mana-mana, dengan topik beragam, karena kasus ini rumit dibuktikan.
Melebarnya kasus ini, tentu mempengaruhi jalannya penyidikan tim bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Kini tim sedang bekerja.
Media massa tampak tidak bisa menahan diri, untuk tidak memberitakan kasus ini. Setiap hari selalu ada beritanya. Karena, kuasa hukum keluarga korban menyampaikan berbagai hal kepada wartawan.
Mayoritas media massa berpihak kepada pemerintah, termasuk kepada Polri. Tapi media massa juga wajib memberikan keadilan akses, dalam menyuarakan informasi dari berbagai pihak berkompeten, terkait kasus ini.
Repotnya, berita-berita di media massa tentang kasus ini, membuat publik berspekulasi. Yang disebut “spekulasi liar”. Itulah ekses negatif.
Spekulasi publik pasti berhenti, setelah kasus ini ditangani tim penyidik (bentukan Kapolri) secara obyektif dan adil. Setelah hasilnya diumumkan.
(Penulis adalah wartawan senior)