Sabtu, 27/07/2024 - 09:22 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ISLAM

Hukum Menikah tanpa Catatan Negara (KUA)

ADVERTISEMENTS
Selamat Hari Anak Nasional 23 Juli 2024 dari Bank Aceh Syariah

Menikah yang tercatat oleh negara (KUA) memiliki sejumlah manfaat.

ADVERTISEMENTS
Selamat ulang tahun ke-57 Bapak Bustami, S.E., M.Si, Penjabat Gubernur Aceh

JAKARTA — Pada zaman dahulu kaum muslimin menikah hanya dengan lafazh dan saksi. Namun seiring dengan perkembangan zaman, pernikahan perlu untuk dicatat dalam catatan resmi seperti KUA (Kantor Urusan Agama). Kendati demikian bagaimana hukum menikah tanpa KUA?

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hari Bhakti Adhyaksa 2024

Dikutip dari buku Fiqih Kontemporer karya Abu Ubaidah Yusuf ibn Mukhtar as-Sidawi, Karena masalah pencatatan akad nikah ini termasuk masalah kontemporer, tak heran jika para ulama’ berbeda pandangan tentang hukumnya. Silang pendapat mereka dapat dibagi sebagai berikut:

ADVERTISEMENTS
Selamat dan Sukses atas Perpanjangan masa Jabatan Muhammad Iswanto sebagai Pj Bupati Aceh Besar dari Bank Aceh Syariah

1. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa nikah tanpa KUA hukumnya boleh dan sah secara mutlak, karena pencatatan bukanlah termasuk syarat nikah dan tidak ada pada zaman Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan shahabat Radhiyallahu Anhum.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram 1446 Hijriah dari Bank Aceh Syariah

2. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa nikah tanpa KUA hukumnya haram dan tidak boleh pada zaman sekarang, karena itu termasuk nikah sirri yang terlarang dan melanggar peraturan pemerintah.

ADVERTISEMENTS
Selamat HUT Bhayangkara ke-78 tahun dari Bank Aceh Syariah 2024

3. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa nikah tanpa KUA hukumnya sah karena semua syarat nikah telah terpenuhi; hanya, dia berdosa karena melanggar peraturan pemerintah yang bukan maksiat.

ADVERTISEMENTS
Wifi Gratis untuk Rekening Baru di Bank Aceh Syariah

Setelah menimbang ketiga pendapat di atas, penulis lebih cenderung kepada pendapat ketiga yang mengatakan bahwa pernikahan tanpa KUA hukumnya adalah sah sebab pencatatan akad nikah bukanlah syarat sah pernikahan sebagaimana telah berlalu. Hanya, bila memang suatu pemerintah telah membuat suatu undang-undang keharusan pencatatan akad nikah maka wajib bagi masyarakat untuk menaatinya dan tidak melanggarnya karena hal itu bukanlah undang-undang yang maksiat atau bertentangan dengan syari’at bahkan undang-undang tersebut dibuat untuk kemashlahatan yang banyak. Apalagi, hal itu bukanlah suatu hal yang sulit, bahkan betapa banyak penyesalan terjadi akibat pernikahan yang tak tercatat di bagian resmi pemerintah.

Berita Lainnya:
Kisah Yahudi Selamat dari Hukuman Mati
ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Salurkan 212 Ekor Hewan Kurban kepada Warga Aceh 2024

Inilah pula yang difatwakan oleh MUI, mereka menyatakan dalam fatwa No. 10 Tahun 2008:

ADVERTISEMENTS
Sukseskan Hari Indonesia Menabung (HIM) dari Bank Aceh Syariah - 1 Juli 2024

Pertama: Ketentuan Umum

Nikah Di Bawah Tangan yang dimaksud dalam fatwa ini adalah “Pernikahan yang terpenuhi semua rukun dan syarat yang ditetapkan dalam fiqh (hukum Islam) namun tanpa pencatatan resmi di instansi berwenang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.”

Kedua: Ketentuan Hukum

1. Pernikahan Di bawah Tangan hukumnya sah karena telah terpenuhi syarat dan rukun nikah, tetapi haram jika terdapat madharrat.

2. Pernikahan harus dicatatkan secara resmi pada instansi berwenang, sebagai langkah preventif untuk menolak dampak negatif/madharrat (saddan lidz-dzari’ah).”

Dari keterangan di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan sebagai berikut:

1. Nikah tanpa pencatatan secara resmi oleh pegawai pemerintah hukumnya sah selagi semua persyaratan nikah telah terpenuhi.

Berita Lainnya:
Kasus Hasyim Asyari, Rasulullah Sudah Ingatkan Zina Merajalela Jelang Kiamat

2. Pencatatan nikah memang tidak ada pada zaman Nabi ﷺ dan para shahabat Radhiyallahu Anhum hal ini termasuk politik syar’i yang tidak bertentangan dengan agama, bahkan memiliki banyak manfaat.

3. Wajib bagi setiap muslim untuk menaati undang-undang tersebut dan tidak melanggarnya karena ini termasuk salah satu bentuk ketaatan kepada pemimpin.

Adapun pencatatan akad nikah secara resmi memiliki beberapa manfaat yang banyak sekali, di antaranya:

1. Menjaga hak dari kesia-siaan, baik hak suami istri atau hak anak berupa nasab, nafkah, warisan dan sebagainya. Catatan resmi ini merupakan bukti autentik yang tidak bisa digugat untuk mendapatkan hak tersebut.

2. Menyelesaikan persengketaan antara suami istri atau para walinya ketika mereka berselisih, karena bisa jadi salah satu di antara mereka akan mengingkari suatu hak untuk kepentingan pribadi dan pihak lainnya tidak memiliki bukti karena saksi telahtiada. Maka dengan adanya catatan ini, hal itu tidak bisa diingkari.

3. Catatan dan tulisan akan bertahan lama; meski yang bertanda tangan telah meninggal dunia, catatan masih berlaku. Oleh karena itu, para ulama’ menjadikan tulisan merupakan salah satu cara penentuan hukum.

4. Catatan nikah akan menjaga suatu pernikahan dari pernikahan yang tidak sah karena akan diteliti terlebih dahulu beberapa syarat dan rukun pernikahan serta penghalang-penghalangnya.

ADVERTISEMENTS
Bahagia itu Sederhana dari Bank Aceh Syariah

1 2

Reaksi & Komentar

قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِّكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا الكهف [109] Listen
Say, "If the sea were ink for [writing] the words of my Lord, the sea would be exhausted before the words of my Lord were exhausted, even if We brought the like of it as a supplement." Al-Kahf ( The Cave ) [109] Listen

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi