Jumat, 26/04/2024 - 16:19 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

IN-DEPTH

Mencari Jalan Tengah di Cilegon dalam Kasus Penolakan Pembangunan Gereja

ADVERTISEMENTS

Kasus penolakan pembangunan gereja di Cilegon sejatinya bukan kasus baru.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Penulis:Prof Arskal Salim, MA, Ph.D, Kapuslitbang Lektur Kemenag RI

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

Aksi publik di Cilegon yang menolak kehadiran gereja HKBP dalam sepekan ini cukup menyita perhatian masyarakat di tengah kenaikan harga BBM yang juga meresahkan. Kasus penolakan pembangunan gereja di Cilegon sejatinya bukan kasus baru; penolakan serupa berawal di pertengahan tahun 70-an. Kasus ini kembali muncul sebagai respon atas kebutuhan ribuan penganut agama Kristen yang menghendaki beribadah di rumah ibadah yang dibangun di kota tempat mereka tinggal yaitu Cilegon.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Dibandingkan kota-kota lain di Banten yang umumnya memiliki tempat ibadah yang majemuk, di Cilegon tidak ada satu gereja pun yang berdiri. Untuk beribadah setiap Minggu, penganut Kristen di Cilegon harus pergi ke Kota Serang yang jarak tempuhnya satu jam. Sebagai bagian dari wilayah Provinsi Banten, ketiadaan rumah ibadah selain masjid menimbulkan beberapa pertanyaan. Apakah Cilegon memberlakukan kondisi khusus di mana eksistensi simbol agama selain Islam tidak diperbolehkan? 

ADVERTISEMENTS

Sejarah mencatat kota-kota pesisir utara Jawa seperti Banten, Cirebon, Demak, dan sebagainya, sangat terbuka pada hadirnya bangsa dan etnis yang beragam budaya dan agama. Hingga akhir abad ke-17, interaksi interkultural antar bangsa dan agama yang dibalut kegiatan perdagangan berlangsung secara damai, dan menjadi bukti terwujudnya koeksistensi sosial pada masa itu. Jadi cukup mengejutkan bagi Cilegon yang merupakan bagian dari Banten, untuk menjadi demikian homogen terhadap keberadaan rumah ibadah agama selain Islam.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Padahal, contoh koeksistensi sosial keagamaan terlihat jelas di Banten pada akhir abad ke-16. Banten yang merupakan simpul dari jaringan perdagangan global di Asia menarik bangsa-bangsa dunia untuk singgah. Lalu lalang para pedagang, misionaris, biksu, juru bahasa, ke wilayah Banten saat itu, berdampak pada munculnya kebutuhan akan adanya rumah peribadatan sesuai agama mereka (Ariwibowo 2021).

Diceritakan pula orang-orang Tionghoa di Banten memiliki kawasan hunian di dekat pelabuhan dan melaksanakan upacara adat dan peribadatan di luar benteng. Masjid Agung Banten Lama dan Vihara Avalokitesvara yang berdiri berdampingan, menyimbolkan  koeksistensi rumah ibadah telah berlangsung sejak lama. Ini merupakan indikasi Kesultanan Banten di masa itu merupakan daerah yang terbuka dan kosmopolitan.

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi