Kamis, 02/05/2024 - 19:39 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Netty Heryawan: Kematian Akibat Gagal Ginjal Jangan Dianggap Biasa

ADVERTISEMENTS

Anggota DPR Netty Heryawan meminta kematian akibat gagal ginjal jangan dianggap biasa

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

JAKARTA — Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani Heryawan menilai pemerintah terlambat dalam mengantisipasi kasus gangguan gagal ginjal akut yang menimpa anak-anak Indonesia. Padahal, terdapat informasi bahwa kasus tersebut sudah terdengar sejak Januari 2022.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah


Jangan sampai pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menganggap remeh kasus tersebut. Ia tak ingin meninggalnya satu nyawa dianggap biasa oleh negara.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh


“Jadi saya khawatir Ibu dan Bapak ini menganggap remeh kasus atau gangguan kesehatan yang menimpa rakyat kita. Jangan sampai kematian itu dianggap biasa, kematian itu takdir, sungguh ini sebuah bencana kemanusiaaan,” ujar Netty dalam rapat kerja dengan Menkes Budi Gunadi Sadikin dan BPOM, Rabu (2/11/2022).

ADVERTISEMENTS
Selamart Hari Buruh


Jika hilangnya nyawa dianggap biasa, kejadian serupa pasti akan terulang kembali. Karenanya, ia menuntut pertanggungjawaban pemerintah terhadap keselamatan dan perlindungan rakyat Indonesia.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action
Berita Lainnya:
Cegah Kecelakaan, Pemudik Diimbau Istirahat Jika Lelah di Perjalanan Mudik


“Saya menuntut pertanggungjawaban pemerintah terhadap keselamatan dan perlindungan rakyat Indonesia, khususnya anak-anak Indonesia sebagai calon pemimpin bangsa,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh


Anggota Komisi IX Saleh Partaonan Daulay menilai pemerintah belum maksimal menangani kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal yang menyerang anak-anak. Pemerintah perlu bekerja maksimal dan tak saling menyalahkan antara Kemenkes dan BPOM.


“Pemerintah belum bekerja maksimal. Masih saling tunggu antara kemenkes dan BPOM belum bersinergi. Malah cenderung pada kesan saling menyalahkan,” ujar Saleh.


Khusus untuk BPOM, ia menyorot pengawasan lembaga tersebut lemah dalam terjadinya kasus gagal ginjal akut tersebut. Upaya pengawasan terkesan baru dilakukan setelah terjadinya lonjakan kasus.


Tugas BPOM seharusnya memastikan obat yang dipasarkan lolos uji dan tidak berbahaya untuk dikonsumsi masyarakat. Bukannya malah menjadi penyebab hilangnya nyawa manusia, khususnya anak-anak.


“Tentu ini harus dilacak dari hulu ke hilir dan distribusi obat. Kita berharap persoalan ini bisa diusut tuntas, yang bersalah bisa diberikan hukuman yang setimpal,” ujar Saleh.

Berita Lainnya:
Komisi II DPR Persilakan MK Panggil Kapolri Sigit Hadir di Sidang Sengketa Pilpres 2024


Ketua Komisi IX DPR Felly Estelita Runtuwene mengatakan, kasus gagal ginjal akut kepada anak menjadi perhatian khusus pihaknya. Bahkan, ia mengingatkan potensi pelanggaran terhadap keamanan kesediaan farmasi dalam kasus tersebut.


“Berdasarkan Pasal 188 Jo Pasal 196 UU Kesehatan menyatakan, setiap orang dengan sengaja memproduksi dan mengedarkan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, dipidana paling lama 10 tahun dan denda 1 miliar rupiah,” ujar Felly.


Ia juga mengingatkan potensi pelanggaran dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam kasus gagal ginjal akut. Terutama Pasal 8 dan Pasal 62 undang-undang tersebut.


“Perihal pertanggungjawaban perusahaan farmasi atas kerugian materiil dan immateriil atas kerugian yang terjadi dengan pidana maksimal 5 tahun dan denda paling banyak 2 miliar rupiah,” ujar Felly.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi