Senin, 20/05/2024 - 19:44 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Menkes: Perundungan Dokter Residen Sudah Terjadi Puluhan Tahun

JAKARTA — Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pihaknya mendapat banyak keluhan praktik perundungan terhadap dokter magang, atau dokter residen yang sedang melaksanakan program pendidikan dokter spesialis (PPDS). Dalam beberapa waktu terakhir, lanjut dia, pihaknya juga melakukan wawancara dan ditemukan banyak stress terhadap dokter karena fisik dan mental akibat perundungan.

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

“Kita menemukan, praktik perundungan ini baik untuk dokter umum, internship maupun PPDS, sudah terjadi puluhan tahun,” kata Budi saat menggelar jumpa pers soal Peraturan Bullying dalam UU Kesehatan di Jakarta, Kamis (20/7/2023).

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan

Aksi dari pimpinan atau peserta didik senior yang melakukan perundungan, kata dia, menyebabkan kerugian fisik dan mental yang besar terhadap peserta didik baru lainnya. Tak jarang, dia menyinggung bullying yang berdampak pada finansial besar.

“Perundungan ini biasanya digunakan dengan alasan bahwa kita mesti membentuk karakter dokter-dokter mudanya. Saya setuju, dokter-dokter itu harus dibentuk, tapi dibentuknya kan bukan hanya dengan kekerasan, tapi kan harus dibentuk rasa empati, sayang kepada pasien, cara komunikasi, ini menurut saya penting,” tutur dia.

Berita Lainnya:
Tarsum Pemutilasi Istri di Ciamis Jadi Tersangka, Terancam Hukuman Mati

 

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Aral melintang, saat melakukan konfirmasi ke pimpinan atau senior yang diduga kenal dekat atas suasana tersebut, Budi malah mendapatkan penolakan bahwa tidak ada perundungan. Padahal, para peserta didik muda, dia sebut hampir semua mendapatkan bullying dalam berbagai bentuk.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

Budi menjelaskan, hal ini menjadi early warning di lingkup praktik kedokteran karena tidak memiliki keberanian untuk melapor. “Itu sudah tidak sehat. Nah itu tidak sehat mekanisme di lingkungan tersebut. Early warning ini membuat kita Kemenkes jadi lebih serius. Kemudian kita (akan) panggil (perundung)” kata Budi. 

Dari banyak perundungan yang didengarnya, Budi mencontohkan adanya senior yang memaksa peserta didik dokter baru untuk menjadi asisten pribadi, asisten. Bahkan, kata dia, banyak juga yang terkesan seperti pembantu yang mengantarkan laundry, bayar laundry, mengantarkan anak hingga mengurus parkir.

ADVERTISEMENTS

Dalam draft rancangan UU Kesehatan terakhir yang diterima awak media, aturan soal perundungan diatur dalam Pasal 219. Disebutkan jika peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan berhak mendapatkan bantuan hukum dalam hal sengketa medik selama mengikuti proses pendidikan.

ADVERTISEMENTS

“Mendapat perlindungan dari kekerasan fisik, mental dan perundungan. Serta mendapat imbalan jasa pelayanan dari fasilitas elayanan Kesehatan sesuai dengan pelayanan yang dilakukan,” demikian bunyi ayat I dan J Pasal 219.

Berita Lainnya:
Dendam Dihukum Salin Dua Juz Al-quran dan Dijemur Jadi Alasan Santri Bunuh Ustazah di Palangkaraya

Selain peserta didik, UU Kesehatan juga mengatur hak dokter yang mengalami perundungan dan ancaman lain saat praktik. Di Pasal 273 ayat dua (2), disebutkan bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan bisa menghentikan pelayanan kesehatan apabila memperoleh perlakuan tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral dan kesusilaan.

Akibat adanya hal tersebut, Budi mengatakan, telah mengeluarkan Instruksi Menteri Kesehatan Nomor 1512 Tahun 2023 tentang perundungan. Dia berharap, bisa memutus praktik tersebut. Selain Inmenkes, Budi juga mengatakan telah menerbitkan platform daring untuk pengaduan aktivitas perundungan dokter di laman https:perundungan.kemkes.go.id.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi