Kenaikan Suhu Bumi Bisa Picu Lonjakan Sambaran Petir Ekstrem

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Hujan petir (Ilustrasi). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan potensi hujan lebat disertai angin kencang dan petir di beberapa wilayah Indonesia pada Senin (18/3/2024). FOTO/Republika.

JAKARTA – Tim ilmuwan dari Austria melakukan sebuah penelitian untuk mengetahui keterkaitan antara pemanasan global dan aktivitas petir di pegunungan Alpen, Eropa. Hasil, studi ini menemukan bahwa kenaikan suhu bumi telah menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam badai petir dan sambaran petir di lokasi tersebut.

ADVERTISEMENTS

Faktanya, aktivitas petir meningkat dua kali lipat pada tahun 2010-an dibandingkan dengan tahun 1980-an, khususnya di daerah dataran tinggi Pegunungan Alpen. Para ilmuwan mengatakan bahwa musim petir juga dimulai lebih awal dan mencapai puncak yang lebih kuat, dengan peningkatan petir sebesar 50 persen pada siang hari.

ADVERTISEMENTS

“Analisis kami di daerah ini menunjukkan bahwa kenaikan suhu akibat perubahan iklim menyebabkan frekuensi badai petir dan petir semakin meningkat. Fakta bahwa tren ini sangat jelas sejalan dengan perubahan global dalam sistem iklim juga mengejutkan kami,” kata pakar atmosfer dan statistic, Thorsten Simon, seperti dilansir Study Finds, Selasa (12/9/2023).

Para ilmuwan mengumpulkan data mereka dengan merekonstruksi aktivitas petir, dari petir yang terjadi di daerah Pegunungan Alpen Timur Eropa untuk periode antara tahun 1980 dan 2019. Teknik ini menunjukkan ketepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, berkat kombinasi khusus dari kumpulan data yang luas.

 

ADVERTISEMENTS

Dalam penelitian ini, peneliti menghubungkan dua sumber informasi, keduanya tersedia dalam resolusi spatio-temporal 32 km x 32 km dan satu jam. Dari kumpulan data ini, peneliti memperoleh informasi tentang aktivitas petir selama satu dekade terakhir.

ADVERTISEMENTS

“Di sisi lain, kami dapat mengakses analisis kondisi atmosfer termasuk mikrofisika awan, dengan resolusi per jam selama empat dekade terakhir,” jelas Simon.

Dengan menggunakan machine learning, Simon dapat memetakan pengukuran petir dari tahun 2010-2019 dengan data meteorologi. Ia kemudian menggunakan machine learning dan data meteorologi untuk merekonstruksi frekuensi petir ke masa lalu, yaitu pada saat tidak ada pengukuran petir seperti itu.

ADVERTISEMENTS

Para peneliti mengatakan bahwa temuan ini penting agar langkah-langkah pencegahan dapat dikembangkan untuk melindungi manusia dan lingkungan dari potensi kerusakan yang disebabkan oleh sambaran petir. Penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Climate Dynamics.

ADVERTISEMENTS

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version