Selasa, 21/05/2024 - 06:30 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Sampai Kapan Tagar ‘Percuma Lapor Polisi’ Berhenti?

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

Oleh : Eko Supriyadi, Redaktur Medsos Republika.

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan

Malang betul nasib Mega Suryani Dewi (24), ia tewas di tangan suaminya sendiri, Nando, usai mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Peristiwa yang terjadi  di Desa Sukadanau, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi ini bikin geger warga Bekasi.

Penyebabnya karena cekcok masalah ekonomi. Mega ditampar hingga diseret ke dapur sebelum lehernya disayat oleh Nando dengan pisau dapur. Namun penganiayaan itu bukanlah peristiwa pertama yang dialami Mega. Ia pernah melapor ke polisi soal KDRT yang dialaminya, dan itu dibenarkan oleh kakak korban, Deden Suryana.

Tapi Deden bilang, polisi menyetop kasus tersebut karena Nando menyangkal perbuatan kejinya kepada Mega. Hingga akhirnya Mega meninggal di tangan Nando.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Juli lalu, ada seorang ibu-ibu dibegal usai pulang berbelanja di kawasan Bantar Gebang, Bekasi. Badriyah harus kehilangan motornya usai dirampas begal pagi-pagi. Kasus ini sempat ramai lantaran Badriyah diminta polisi untuk kembali, dan memberikan bukti foto TKP sendiri saat melapor.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

Padahal, semestinya polisi menerima laporan dan menemani Badriyah ke TKP untuk menunjukan lokasi kejadian. Bukan malah meminta korban untuk ke lokasi sendiri dan kembali lagi untuk melapor. Kisah ini ramai di media, dan kemudian polisi memproses kasus ini dengan serius.

Berita Lainnya:
Pengakuan UNESCO Momentum Pemerintah Kelola Naskah Kuno

Pak Polisi, mau sampai kapan tagar percuma lapor polisi akan terus digaungkan warganet? Sekarang, fenomena warga melapor ke netizen lebih marak dibandingkan datang ke kantor polisi. Saat ini, warga lebih sering mengadu ke Twitter dengan kata-kata ‘sakti’, ‘Twitter, do your magic’. Pengaduan-pengaduan masyarakat juga biasanya ada yang langsung ke influencer, agar diviralkan kasusnya.

ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS

Masih ingat kasus AKBP Achiruddin Hasibuan? Dimana anaknya menganiaya mahasiswa bernama Ken Admiral. Kasus ini terjadi pada Desember 2022, di rumah Aditya Hasibuan. AKBP Achiruddin pun menyaksikan sendiri anaknya memukuli Ken. Peristiwa penganiayaan terjadi pada 21 Desember 2022, dan korban langsung melapor ke polisi keesokan harinya.

Selama empat bulan, tidak ada kejelasan dari kasus tersebut. Hingga akhirnya ada influencer yang memviralkan kasus tersebut. Tak butuh waktu lama. Aditya Hasibuan ditangkap. AKBP Achiruddin itu ikut terseret dalam kasus ini karena membiarkan anaknya menganiaya orang lain.

Berita Lainnya:
Peringati Hari Bumi Sedunia Telkomsel Ajak Pelanggan Ciptakan Jejak Kebaikan

Fenomena masyarakat lebih memilih mengadu ke media sosial bukti betapa putus asanya mereka terhadap cara polisi merespons laporan. Stigma lapor polisi harus bayar, lambat diproses hingga dilayani dengan tak ramah masih melekat kuat. Bahkan pernah ramai soal candaan lebih baik polisi diganti dengan Satpam BCA, yang terkenal ramah saat melayani pelanggan.

Jangan kita bandingan dengan pejabat, artis atau orang kaya yang melapor polisi ke Mabes Polri atau Polda Metro, dimana mereka dilayani dengan baik. Tapi coba lihat bagaimana polsek-polsek menangani laporan atau pengaduan masyarakat. Polisi seharusnya tidak ‘boleh’ terima beres saat menerima laporan, dengan dalih minta bukti atau saksi terlebih dahulu.

Kasus Mega di Cikarang semestinya bisa dihindari jika polisi memberikan edukasi kepada Nando. Bukan sekadar ketika laporan dicabut, lalu lepas tangan. Sebab kita tidak tahu apakah Mega mencabut laporannya di bawah ancaman Nando atau tidak. Kalau sudah begini, kemana lagi kami harus melapor, Pak Polisi?

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi