Peringatan Maulid Nabi Muhammad dan Pembebasan Palestina oleh Shalahuddin Al Ayyubi

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Peringatan Maulid Nabi Muhammad dan Pembebasan Palestina oleh Shalahuddin Al Ayyubi. Foto: Benteng Salahuddin Al-Ayyubi di Kairo, Mesir.

ADVERTISEMENTS

JAKARTA –Perjuangan warga Palestina tidak terlepas dari kisah Salahuddin al Ayyubi ketika berusaha untuk mempersatukan umat untuk membebaskan Baitul Maqdis yang kini dikenal sebagai Masjidil Aqsa. 

ADVERTISEMENTS

Dikutip dalam buku Pro dan Kontra Maulid Nabi Tulisan AM Waskito menyebutkan salah satu teori sejarah maulid nabi bermula sejak Sultan Shalahuddin al-Ayyubi mengadakan perayaan Maulid Nabi SAW untuk pertama kalinya. Raja Dinasti Ayyubiyah yang berkuasa pada 1174-1193 M tersebut bertujuan memperkuat semangat dan moril seluruh Muslimin, khususnya kalangan prajurit.

Ketika itu, mereka sedang bersiap-siap menghadapi ancaman pasukan Salib yang telah mengganggu ketenteraman Baitul Maqdis. Sultan berupaya membersihkan Mesir dari sisa-sisa pengaruh Syiah Ismailiyah-Rafidhah.

Raja yang disebut sebagai Saladin oleh orang-orang Eropa itu pun becermin dari kejadian di Tunisia. Negeri di pucuk Afrika utara itu pernah dikuasai Wangsa Fathimiyah, tetapi akhirnya pergolakan terjadi. Kaum Muslim Sunni berhasil mengambil alih pemerintahan. Untuk meneguhkan kekuasaan politik, mereka lalu memberantas kaum Syiah Ismailiyah-Rafidhah setempat hingga ke akar-akarnya.

ADVERTISEMENTS

Saladin tidak mau pembersihan yang serupa itu terjadi di Mesir. Memang, menghapus pengaruh Fathimiyah di sana bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Lebih dari 250 tahun lamanya wangsa Syiah Ismailiyah-Rafidhah bercokol dalam tatanan politik dan budaya setempat.

ADVERTISEMENTS

Karena itu, Saladin memilih cara-cara kultural. Demikian pula dengan Maulid Nabi SAW, suatu acara rutin tahunan yang digagas Fathimiyah.

Saladin tetap mempertahankan peringatan Maulid Nabi SAW. Hal itu dengan catatan, dirinya membersihkan perayaan-perayaan lain yang tidak sesuai dengan akidah aswaja. Maka dari itu, sang sultan Ayyubiyah memilih metode perubahan kultural, bukan “pembabatan total”. Walaupun berdurasi cukup lama, dampaknya mengakar kuat di tengah masyarakat luas.

ADVERTISEMENTS

Dipertahankannya Maulid Nabi SAW pun terkait dengan konteks situasi masa itu. Umumnya umat Islam sedang dilanda kelemahan dan kelelahan akibat perang yang berlangsung terus menerus melawan Salibis. Dengan adanya perayaan tersebut, Saladin menggalang perhatian Muslimin untuk mengingat kembali jejak-jejak sejarah kehidupan Rasulullah SAW.

ADVERTISEMENTS

Alhasil, mereka dapat semakin menguatkan rasa cinta kepada sang khatamul anbiya, khususnya ketika sedang menghadapi musuh Islam.

 

 

 

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
Exit mobile version