Selasa, 21/05/2024 - 17:44 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Diskriminasi Imbas Serangan Hamas, Banyak Warga Palestina Diskors dari Pekerjaan dan Sekolah di Israel

BANDA ACEH -Akibat serangan Hamas pada (7/10) lalu, banyak warga Palestina yang tinggal di wilayah Israel mendapatkan diskriminasi dan penolakan.

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

Salah satunya adalah Noura (bukan nama asli) yang mengaku diskors dari pekerjaannya sebagai tenaga kesehatan di rumah sakit Israel karena dinilai berpihak pada kelompok Hamas.

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan

Gara-gara aduan rekan kerjanya yang mengungkapkan pembahasan mereka tentang serangan Hamas kepada pihak manajemen rumah sakit, Noura yang telah bekerja selama lebih dari dua tahun diskors dari pekerjaannya dan tidak diberitahu lebih lanjut kapan ia bisa kembali bekerja.

“Yang paling menghina saya adalah ketika mereka memanggil saya untuk rapat, mereka sudah mind set, keputusan sudah diambil. Mereka tidak mau mendengarkan,” kata Noura tentang sidang pemutusan kerjanya yang diperkirakan akan segera dilaksanakan.

Noura merupakan salah satu dari 1,2 juta warga Palestina yang menetap di Israel, sekitar 20% populasi dari negara tersebut. Namun ini bukan kasus satu-satunya. Diskriminasi rupanya sering diterima oleh warga Palestina yang menetap di Israel.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Pengacara dan anggota komunitas hak asasi manusia di Israel telah menerima banyak pengaduan baik dari pekerja atau pelajar yang sejak Sabtu (7/10) lalu tiba-tiba diskors dari sekolah, universitas, dan tempat kerja karena postingan mereka di media sosial atau percakapan dengan rekan kerja.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action
Berita Lainnya:
Golkar dan PAN Mulai Minta Jatah Menteri ke Prabowo, Demokrat: Wajar Saja Sudah Berjuang

Dilansir dari Al Jazeera, direktur Pusat Hukum untuk Hak-hak Minoritas Arab di Israel, Hassan Jabareen mengungkapkan bahwa banyak karyawan yang telah bekerja selama tiga hingga lima tahun mendapat penangguhan dilarang masuk kerja karena apa yang mereka publikasikan di media sosial.

Selain itu, Hassan Jabareen juga menerima sekitar 40 pengaduan dari mahasiswa Palestina di universitas dan perguruan tinggi Israel yang telah menerima surat pengusiran atau skorsing dari institusi mereka.   

ADVERTISEMENTS

Pemutusan kontrak kerja atau hak belajar secara sepihak ini semuanya didasari atas dugaan ‘mendukung gerakan teroris’ atau ‘penghasutan untuk melakukan terorisme’ terhadap korban skorsing.

ADVERTISEMENTS

Sementara, salah satu pengacara hak asasi manusia mengatakan bahwa tuduhan tersebut merupakan hal serius yang perlu dibuktikan di pengadilan. Sehingga menurutnya itu tidaklah sah menjadi alasan seseorang menerima surat skorsing.

Hal ini membuat warga Palestina lainnya menjadi tidak nyaman dan ketakutan. Mereka mengaku tidak berani berbicara dan mengurangi interaksi dengan orang lain agar tidak menonjol.

“Tidak ada yang berbicara. Dalam situasi ini, saya dihadapkan dengan wajah-wajah pemarah dan sinis melihat saya sebagai satu-satunya orang Palestina yang bekerja di sana” ungkap salah satu pekerja kepada Al Jazeera.

Berita Lainnya:
Hilang 26 Tahun, Pria Aljazair Ternyata Disekap di Kandang Tetangga

Warga Palestina lain yang diwawancarai mengaku mendapat perlakuan yang serupa, “berita ini sangat mengerikan, tetapi ketika saya sedang bekerja, saya mencoba untuk berpura-pura bahwa semuanya hanyalah berita. Saya tidak bisa mengungkapkan atau berbicara tentang apa yang terjadi” ungkapnya.

Sebelumnya, pada kasus yang cukup terkenal, seorang dokter di rumah sakit di Yerussalem bernama Ahmad Mahajna mendapat surat skorsing saat dia memberi sebuah permen kepada pasien remaja Palestina yang berada di bawah pengawasan polisi rumah sakit tersebut.  

Dalam salah satu wawancara, dokter tersebut  mengatakan “apa yang dilakukan Hamas di mata saya adalah kejahatan perang, dan saya juga melihat bahwa apa yang dilakukan Israel di Gaza adalah kejahatan perang”.

Setelah wawancara tersebut, sang dokter mendapat telfon dari atasannya di rumah sakit yang mengancam agar tidak berbicara apapun kepada media.

Dengan kondisi diskriminasi yang memanas ini, membuat banyak warga Palestina yang tinggal di wilayah Israel menjadi takut untuk berbicara bahasa Arab.  

Sumber: Gelora

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi