Penulis menganggap, kenaikan status cukup untuk posisi Irjenad yang merupakan orang nomor tiga di Mabesad. Dengan diemban pati bintang tiga maka tugas audit dan memeriksa anggaran di semua organisasi TNI AD bisa terlaksana dengan mudah.
Namun, untuk jabatan Koorsahli KSAD, Danpusterad, hingga Danpussenif idealnya cukup diduduki perwira tinggi (pati) bintang dua saja. Pasalnya, tiga posisi tersebut juga terkesan kurang strategis. Dengan semakin sedikit letjen di lingkungan Mabesad maka posisi tersebut menjadi semakin ketat persaingannya dan menjadi bergengsi.
Tidak seperti sekarang, yang terkesan posisi bintang tiga lebih mudah didapat. Bahkan, ada jabatan bintang tiga yang terkesan merupakan hadiah, karena kedekatan pertemanan atau satu leting dan angkatan. Sayangnya, meskipun mendapatkan promosi bintang tiga, tetapi jabatan yang diemban tidak memiliki kewenangan besar.
Uniknya, semua jabatan strategis di TNI AD malah diisi mayjen. Misalnya, panglima kodam (pangdam), panglima divisi infanteri (pangdivif) Kostrad, komandan jenderal (danjen) Kopassus, maupun asisten KSAD. Namun, kalau pun mereka mendapat promosi bintang tiga di luar menjadi Wakil KSAD, Irjenad, apalagi Pangkostrad maka sebenarnya pati yang bersangkutan mendapatkan promosi pangkat, namun kewenangannya sangat terbatas.
Dari sinilah, seharusnya evaluasi organisasi di TNI AD bisa terus dilakukan. KSAD maupun Panglima TNI tidak harus mengikuti instansi sebelah yang memiliki posisi bintang tiga cukup banyak. Lebih baik pembenahan organisasi di Mabesad harus dilakukan demi menciptakan pati berkualitas terbaik yang bisa menduduki jabatan bintang tiga.
Dengan begitu, mereka yang menduduki jabatan bintang tiga didapat dari hasil kerja keras, seleksi ketat, dan prestasi, bukan karena pemberian rekan seangkatan atau bonus menjelang pensiun sehingga diberi promosi. Pasalnya, jangan sampai ada kesan, malah enak menduduki pangdam untuk bintang dua daripada promosi bintang tiga dengan jabatan tidak strategis.
Penulis pun mendorong supaya Mabesad bisa menerima masukan dari luar dan rutin melakukan evaluasi organisasi. Penurunan status pos-pos tidak penting, termasuk dari mayjen ke brigjen juga harus diaplikasikan. Dengan begitu, lahir perwira profesional yang menduduki jabatan strategis berkat rekam jejak dan karier cemerlang, bukan promosi akibat banyaknya ruang jabatan yang tersedia.
*Wartawan Republika serta penulis buku TNI dan Dinamika Organisasi
Sumber: Republika