Kedua orang tersebut juga memiliki perbedaan mengenai kebijakan luar negeri.
Meskipun Duterte membina hubungan baik dengan Presiden Cina Xi Jinping dan pemimpin Rusia Vladimir Putin semasa menjabat, Marcos terlihat lebih memilih Amerika Serikat karena sengketa wilayah negaranya dengan Tiongkok di Laut Cina Selatan. Awal tahun lalu, Marcos mengizinkan perluasan kehadiran militer AS di Filipina berdasarkan pakta pertahanan tahun 2014.
Marcos menggantikan Duterte pada pertengahan 2022 setelah memenangkan kampanye pemilu. Ia berjanji mengupayakan perubahan haluan ekonomi setelah pandemi virus corona dan membawa persatuan di negara yang telah lama dibebani oleh kemiskinan parah dan perpecahan politik yang mengakar.
Marcos memimpin aksinya sendiri pada Minggu di sebuah taman tepi laut di Manila, yang menurut polisi menarik sekitar 400.000 orang setelah malam tiba.
Rapat umum tersebut dimaksudkan untuk meluncurkan apa yang dikatakan Marcos sebagai kampanye untuk “Filipina baru” dengan mereformasi pemerintahan yang korup dan tidak efisien serta meningkatkan pelayanan publik.
Selama pertemuan tersebut, Presiden tidak bersikap konfrontatif dalam menghadapi meningkatnya kritik dari kubu Duterte.
“Filipina baru” bukan sekedar slogan, kata Marcos kepada para pendukungnya yang bersorak. “Bagi mereka yang imajinasinya terlalu panas dan telah diracuni oleh politik beracun, ‘Filipina baru’ bukanlah kuda Troya, tidak ada agenda yang disembunyikan.”
Kepada para pejabat dan pegawai pemerintah, Marcos menyerukan diakhirinya pelayanan lambat kepada masyarakat. “Panggilan darurat harus ditanggapi tanpa penundaan. Di kantor pemerintahan mana pun, birokrasi harus diganti dengan karpet merah,” ujarnya yang disambut tepuk tangan.