Minggu, 19/05/2024 - 00:14 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Pakar Sebut Pemakzulan Presiden Jokowi Hanya Bisa Melalui DPR

JAKARTA — Wacana pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang gelaran Pemilu 2024, kembali bergulir. Aktivis Petisi 100 sempat mewacanakan pemakzulan Presiden Jokowi ketika mereka bertemu Menko Polhukam Mahfud MD di kantornya, beberapa waktu lalu.

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

Namun, pemakzulan terhadap RI 1 tidak bisa dilakukan sembarangan orang. Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai, langkah pemakzulan menurut konstitusi hanya bisa dilakukan melalui DPR RI. Langkah itu bisa dilakukan DPR jika menilai Jokowi sudah melanggar hukum dan konstitusi.

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan

“Seandainya DPR mau menggunakan hak menyatakan pendapat, interpelasi, atau minimal hak angketnya, proses impeachment kepada presiden bisa dilakukan,” ujar dalam Focus Group Discussion (FGD): Cawe-Cawe Presiden Jokowi, Melanggar Hukum dan Konstitusi UUD 45?” di Jakarta Pusat, Kamis (1/4/2024).

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat & Sukses ada Pelantikan Direktur PT PEMA dan Kepala BPKS

Bvitri yang mengaku bukan tim sukses paslon 01, 02, atau 03, sudah melihat jelas pelanggaran dan sudah melaporkannya juga. “Tapi kami kelelahan bukan karena argumentasi hukum tapi berdebat di soal-soal yang tak harus dipersoalkan,” cetus dia.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hardiknas dari Bank Aceh Syariah
Berita Lainnya:
Layaknya Hukum Rimba, Rakyat Terjerat Pinjol tapi Pemerintah Tak Acuh

 

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Menurut Bvitri, bagi seorang presiden perbuatan tercela adalah menyalahgunakan wewenangnya. “Presiden melanggar atau tidak, kita tak bisa melakukan pemakzulan, DPR yang bisa. Kita di sini semua gak bisa, ayo DPR berfungsi dong,” jelasnya.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

Pakar hukum tata negara lainnya Zainal Arifin Mochtar menyatakan, Presiden Jokowi belakangan ini, disorot lantaran kasus paman Usman di Mahkamah Konstitusi (MK) hingga pembagian bansos. Belum lagi, Jokowi bicara politik dengan latar belakang atribut TNI di Lanud Halim Perdanakusuma ketika menyerahkan pesawat Hercules didampingi Menhan Prabowo Subianto.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

Menurut dia, Jokowi bisa sampai gigantis seperti saat ini, karena semua pihak tidak melakukan pengawasan yang ketat. Uceng, sapaan akrabnya, menyebut, DPR selama ini tidak menjalankan fungsinya dengan benar hingga presiden memiliki kekuasaan yang sangat kuat dan mengarah pada orotitarian.

ADVERTISEMENTS

Sayangnya, ia heran, mengapa DPR seolah tidak melakukan pengawasan dengan benar. Boro-boro bicara pemakzulan. Uceng heran, DPR tidak mengajukan hak angket yang hanya membutuhkan 25 anggota dari dua fraksi saja. Hak angket saja tidak mampu, apalagi bicara pemakzulan.

ADVERTISEMENTS

“Konstitusi memungkinkan DPR sebagai satu-satunya lembaga yang dapat mengusulkan pemberhentian presiden kepada MPR. Secara teknis usulannya adalah dua pertiga dari anggota DPR dan disetujui oleh dua pertiga anggota yang hadir,” ucap guru besar hukum UGM tersebut.

Berita Lainnya:
120 Lowongan Kerja Pendaming UMKM Dibuka Kominfo, Usia 21-50 Tahun Monggo Melamar

Hanya saja, selama ini Ucenk melihat adanya ketidakmapuan atau ketidakmauan dari partai politik yang ada DPR untuk melakukannya. Menurut dia, sebenarnya jika pasangan nomor 1 dan 3 bergabung maka sudah 50 persen lebih suara kursi Parlemen. Namun, sayangnya partai di Senayan tidak serius melakukan hal itu.

Adapun pendiri Perhimpunan Negarawan Indonesia (PNI), Johan O Silalahi, menilai, Presiden Jokowi memang sudah melakukan beberapa pelanggaran. Sehingga, ia merasa Jokowi sudah sangat layak dimakzulkan. “Hanya prosesnya ada di tangan DPR, wewenangnya di DPR,” ucapnya.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi